10 Kiat Istiqamah (5)

10 Kiat Istiqamah (5)

Baca pembahasan sebelumnya 10 Kiat Istiqamah (4)

  1. Ahli Tafsir di kalangan tabi’in, Qatadah rahimahullah menafsirkan ayat,

ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“…kemudian mereka istiqamah…”

استقاموا على طاعة الله

“Mereka istiqamah di atas ketaatan kepada Allah.”

 

Hal ini sesuai dengan sebuah riwayat yang dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

استقامُوا على أداءِ فرائضِه

“Mereka istiqamah di atas penunaian kewajiban-kewajiban dari Allah.”

Ibnu Rajab rahimahullah mendefinisikan istiqamah dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,

الاستقامة : هي سلوك الطريق المستقيم، وهو الدين القويم من غير تعويج عنه يمنة و لا يسرة، و يشمل ذلك فعل الطاعات كلها الظاهرة و الباطنة و ترك المنهيات كلها كذلك

“Istiqamah adalah meniti jalan yang lurus, yaitu agama (Islam) yang lurus, tak bengkok ke kanan dan ke kiri, dan mencakup pelaksanaan semua ketaatan, baik yang zhahir maupun batin, dan menghindari semua larangan-larangan (Allah).”

Beberapa tafsir tentang istiqamah tersebut di atas berdekatan maknanya dan saling menafsirkan satu sama lainnya. Karena istiqamah adalah sebuah kata yang mencakup seluruh ajaran dalam Islam.

Oleh karena itulah Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan hal itu dalam ucapannya,

فالاستقامةُ كلمة جامعةٌ آخذةٌ بمَجامِع الدِّينِ ؛ وهي القيامُ بينَ يدي الله على حقيقةِ الصِّدقِ والوَفاء بالعهدِ

“Jadi, istiqamah adalah kata yang mencakup ajaran-ajaran agama (Islam) ini, yaitu (melakukan perjalanan hidup) menuju kepada Allah dengan benar-benar jujur dan memenuhi perjanjian.”

KIAT KETIGA “Dasar istiqamah adalah keistiqamahan hati”

Dasar istiqamah dan pondasinya adalah keistiqamahan hati, maka barangsiapa yang memperbaiki hatinya, maka ia akan baik ucapan dan perbuatan anggota tubuh lahiriyyahnya. Dalam sebuah hadits yang dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah, diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa bersabda,

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ

Tidak akan istiqamah (lurus) keimanan seorang hamba sampai istiqamah (lurus) hati-Nya.

 

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,

فأصلُ الاستقامةِ استقامةُ القلب على التَّوحيد، كما فسَّر أبو بكر الصِّدِّيق وغيرُه قولَه {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} بأنَّهم لم يلتفتوا إلى غيره ، فمتَى استقامَ القلبُ على معرفةِ الله، وعلى خشيتِه، وإجلاله، ومهابتِه، ومحبَّتِه، وإرادته، ورجائه، ودعائه، والتوكُّلِ عليه، والإعراض عمَّا سواه، استقامَت الجوارحُ كلُّها على طاعتِه، فإنَّ القلبَ هو ملِكُ الأعضاء وهي جنودهُ ؛ فإذا استقامَ الملِكُ استقامَت جنودُه ورعاياه.

“Dasar istiqamah adalah keistiqamahan hati di atas tauhid, sebagaimana Abu Bakr Ash-Shiddiq dan selainnya menafsirkan firman Allah,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah (mereka tidak berpaling kepada selain-Nya). Selama hati (seseorang) lurus di atas  ma’rifatullah, takut kepada Allah, mengagungkan-Nya, memuliakan-Nya, mencintai-Nya, menghendaki-Nya, mengharapkan-Nya, berdoa kepada-Nya, tawakkal kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya, maka luruslah anggota tubuh seluruhnya di atas ketaatan kepada-Nya, karena sesungguhnya hati adalah raja bagi seluruh anggota tubuh, sedangkan anggota tubuh adalah pasukannya. Apabila raja itu lurus, maka lurus pula pasukannya dan rakyatnya.”

[bersambung]

Daftar link artikel ini:

  1. 10 Kiat Istiqamah (1)
  2. 10 Kiat Istiqamah (2)
  3. 10 Kiat Istiqamah (3)
  4. 10 Kiat Istiqamah (4)
  5. 10 Kiat Istiqamah (5)

Penulis: 
Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/32376-10-kiat-istiqamah-5.html

10 Kiat Istiqamah (4)

10 Kiat Istiqamah (4)

Baca pembahasan sebelumnya 10 Kiat Istiqamah (3)

Doa yang Paling Manfaat

Para ulama mengingatkan hendaklah kita menyadari bahwa suatu ucapan dalam shalat yang berbunyi

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus

adalah sebuah doa yang Allah Ta’ala wajibkan bagi kita untuk diulang-ulang sebanyak tujuh belas kali dalam sehari semalam, yaitu sebanyak jumlah rakaat shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

تأملت أنفع الدعاء فإذا هو سؤال العون على مرضاته ، ثم رأيته في الفاتحة في {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Saya perhatikan doa yang paling bermanfaat, maka (saya dapatkan) berupa permohonan pertolongan untuk meraih ridha-Nya, kemudian saya mendapatkan doa tersebut terdapat dalam surat Al-Faatihah pada ayat iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin (hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan).”

Kiat Kedua

Hakikat istiqamah adalah meniti jalan yang lurus (Islam).

Agar kita dapat memahami istiqamah dengan baik, maka kita perlu mengenal beberapa perkataan sahabat dan tabi’in dalam menjelaskan makna istiqamah. Berikut ini beberapa nukilan dari Salafush Shalih rahimahumullah.

  1. Abu Bakar Ah-Shidddiq radhiyallahu ‘anhu menjelaskan firman Allah Ta’ala

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah.”

sebagai berikut.

هُم الَّذين لم يُشركوا بالله شيئًا

“Orang-orang yang istiqamah adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun.”

Abu Bakar Ah-Shidddiq radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa dasar istiqamah dan intinya adalah tauhid, mengesakan Allah Ta’alaBarangsiapa yang benar-benar mengesakan Allah Ta’alamaka ia akan menunaikan hak dan kesempurnaan tauhid, yaitu taat kepada Allah dengan meniti jalan-Nya yang lurus.

  1. Pakar Tafsir di kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhu, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat berikut

ثُمَّ اسْتَقَامُوا

“…kemudian mereka istiqamah…”

sesuai dengan tafsiran Abu Bakar Ah-Shidddiq radhiyallahu ‘anhu di atas. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan ayat tersebut.

على شهادة أن لا إله إلَّا الله

“(Mereka istiqamah) di atas syahadat tiada Sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”

  1. Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu bahwa tatkala beliau di atas mimbar, beliaupun membaca ayat

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka istiqamah.”

dengan tafsiran berikut.

لم يَرُوغوا رَوَغان الثَّعلب

“Mereka tidak berjalan ke kanan dan ke kiri sebagaimana berjalannya musang.”

 

Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menjelaskan bahwa orang-orang yang istiqamah adalah orang-orang yang berjalan lurus, meniti jalan Allah, Ash-Shirath Al-Mustaqim.

Tafsiran istiqamah seperti inilah yang disimpulkan oleh Ibnu Rajab rahimahullah, sebagaimana akan disebutkan setelah ini, in syaallah.

[bersambung]

Daftar link artikel ini:

  1. 10 Kiat Istiqamah (1)
  2. 10 Kiat Istiqamah (2)
  3. 10 Kiat Istiqamah (3)
  4. 10 Kiat Istiqamah (4)

Penulis: 
Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/32372-10-kiat-istiqamah-4.html

Modal Dasar Berdoa pada Allah (3)

Modal Dasar Berdoa pada Allah (3)

Baca pembahasan sebelumnya Modal Dasar Berdoa pada Allah (3)

Agar Doa Dikabulkan

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan syarat dan adab yang penting dalam berdoa pada Allah.

Beberapa adab yang penting dalam berdoa bisa dirangkum sebagai berikut:

  1. Kehadiran dan kosentrasi hati secara totalitas terhadap perkara yang diharapkan dalam doa.
  2. Mencari waktu dikabulkannya doa.
  3. Berdoa dengan hati yang khusyu’, merasa tak berdaya di hadapan Allah, merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya, serta lembut (dalam berdoa).
    4. Menghadapnya hamba yang berdoa ke arah kiblat.
  4. Dalam keadaan suci.
  5. Mengangkat kedua tangan (memohon) kepada Allah.
  6. Memulai (doanya) dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya.
  7. Bershalawat untuk hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  8. Memulai dengan bertaubat dan beristigfar (kepada Allah) sebelum menyebutkan keperluan (lainnya).
  9. Menghadap kepada Allah, memelas dalam berdoa, dan merendahkan diri kepada-Nya
  10. Menggabungkan harap dan cemas dalam berdoa kepada-Nya.
  11. Bertawassul dengan nama dan sifat-Nya dengan mentauhidkan-Nya.
  12. Mendahului doa dengan bersedekah.
  13. Memilih lafal doa yang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam beritakan bahwa lafal tersebut berpotensi untuk dikabulkan atau mengandung nama-Nya yang agung.

Maka doa yang seperti ini tidak akan tertolak, hanya saja ada suatu perkara yang diwanti-wanti oleh para ulama, yaitu seseorang yang sedang berdoa, di samping memenuhi adab dan syarat agar doa dikabulkan, juga perlu memenuhi konsekuensi dan penyempurna doa berupa berusaha dengan sungguh-sungguh mengambil sebab untuk meraih perkara yang diminta dalam doanya.

Disebutkan dalam Majmu’ul Fawa’id waqtinashil Awabid, karya Ibnu Sa’di rahimahullah, “Permohonan hidayah kepada Allah itu menuntut (seseorang yang berdoa) melakukan seluruh sebab yang dengannya diperoleh hidayah, baik berupa sebab (mencari) ilmu maupun sebab (mengamalkan) amal (shalih).

Permohonan rahmah dan ampunan kepada Allah, menuntut (seseorang yang berdoa) melakukan (seluruh) sebab yang memungkinkan dengannya diperoleh rahmah dan ampunan, dan sebab-sebab tersebut telah diketahui dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.  Apabila seseorang yang berdoa mengucapkan

اللهم أصلح لي ديني الذي هــــو عصمة أمري ، وأصلح لي دنياي التي فيهـا معاشي … » (1) إلى آخره

“Ya Allah perbaikilah agamaku untukku yang ia merupakan benteng pelindung bagi urusanku dan perbaikilah duniaku untukku yang ia menjadi tempat hidupku…(sampai akhir doa ini).”

(Maka) doa dan permohonan perlindungan kepada Allah ini menuntut seorang hamba berusaha memperbaiki agamanya dengan mengenal kebenaran dan mengikutinya, serta mengenal kebatilan dan menjauhinya, serta menolak fitnah syubhat dan syahwat.

Doa inipun menuntut (seorang hamba) untuk berusaha dan mengambil sebab yang dengannya menjadi baik urusan dunianya, dan sebab-sebab tersebut beraneka ragam sesuai dengan keadaan makhluk.

[Bersambung]

Daftar link artikel ini:

  1. Modal Dasar Berdoa pada Allah (1)
  2. Modal Dasar Berdoa pada Allah (2)
  3. Modal Dasar Berdoa pada Allah (3)

Penulis: 
Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/31481-modal-dasar-berdoa-pada-allah-3.html

Modal Dasar Berdoa pada Allah (2)

Modal Dasar Berdoa pada Allah (2)

Baca pembahasan sebelumnya Modal Dasar Berdoa pada Allah (1)

Agar Doa Dikabulkan Allah

Doa bukan hanya sekedar ucapan. Doa yang mustajab memiliki beberapa syarat dan adab yang agung. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan tentang beberapa hal yang perlu dipenuhi apabila seorang hamba ingin dikabulkan doanya, beliau rahimahullah berkata,

وَإِذَا جمع مَعَ الدُّعَاءِ حُضُورَ الْقَلْبِ وَجَمْعِيَّتَهُ بِكُلِّيَّتِهِ عَلَى الْمَطْلُوبِ ، وَصَادَفَ وَقْتًا مِنْ أَوْقَاتِ الْإِجَابَةِ السِّتَّةِ ، وَهِيَ

“Apabila sebuah doa digabungkan dengan kehadiran dan kosentrasi hati secara totalitas terhadap perkara yang diharapkan, serta bertepatan dengan salah satu waktu dikabulkannya doa yang enam waktu, yaitu:

الثُّلُثُ الْأَخِيرُ مِنَ اللَّيْلِ ، وَعِنْدَ الْأَذَانِ ، وَبَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ، وَأَدْبَارُ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ ، وَعِنْدَ صُعُودِ الْإِمَامِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ حَتَّى تُقْضَى الصَّلَاةُ مِنْ ذَلِكَ الْيَوْمِ ، وَآخِرُ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

(1) Sepertiga malam terakhir,

(2) ketika adzan,

(3) antara adzan dan iqamah,

(4) di akhir setiap sholat wajib (sebelum salam),

(5) ketika imam naik mimbar pada hari Jumat hingga selesainya sholat (Jumat) hari itu.

(6) Akhir dari waktu (hari Jumat) setelah Ashar.

وَصَادَفَ خُشُوعًا فِي الْقَلْبِ، وَانْكِسَارًا بَيْنَ يَدَيِ الرَّبِّ، وَذُلًّا لَهُ، وَتَضَرُّعًا، وَرِقَّةً .

“dan bertepatan dengan kekhusyuan hati, merasa tak berdaya di hadapan Allah, merendahkan diri dan tunduk kepada-Nya, serta kelembutan hati.”

وَاسْتَقْبَلَ الدَّاعِي الْقِبْلَةَ

“Menghadapnya hamba yang berdoa ke arah Kiblat.”

وَكَانَ عَلَى طَهَارَةٍ

“Dan ia dalam keadaan suci.”

وَرَفَعَ يَدَيْهِ إِلَى اللَّهِ

“Iapun mengangkat kedua tangannya (memohon) kepada Allah.”

وَبَدَأَ بِحَمْدِ اللَّهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ

“Dan memulai (doanya) dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya.”

ثُمَّ ثَنَّى بِالصَّلَاةِ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِهِ وَرَسُولِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Ia bershalawat dan salam untuk hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

ثُمَّ قَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ حَاجَتِهِ التَّوْبَةَ وَالِاسْتِغْفَارَ

“Kemudian ia memulai dengan bertaubat dan beristighfar (kepada Allah) sebelum menyebutkan keperluan (lainnya).”

ثُمَّ دَخَلَ عَلَى اللَّهِ، وَأَلَحَّ عَلَيْهِ فِي الْمَسْأَلَةِ، وَتَمَلَّقَهُ وَدَعَاهُ رَغْبَةً وَرَهْبَةً.

“Mulailah ia menghadap kepada Allah, memelas dalam berdoa, dan merendahkan diri di hadapan-Nya, serta berdoa kepada-Nya dengan harap dan cemas.”

وَتَوَسَّلَ إِلَيْهِ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ وَتَوْحِيدِهِ

“Ia pun bertawassul dengan nama dan sifat-Nya serta dengan mentauhidkan-Nya.”

وَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ دُعَائِهِ صَدَقَةً، فَإِنَّ هَذَا الدُّعَاءَ لَا يَكَادُ يُرَدُّ أَبَدًا، وَلَا سِيَّمَا إِنْ صَادَفَ الْأَدْعِيَةَ الَّتِي أَخْبَرَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَنَّهَا مَظَنَّةُ الْإِجَابَةِ، أَوْ أَنَّهَا مُتَضَمِّنَةٌ لِلِاسْمِ الْأَعْظَمِ.

“Ia pun mendahului doanya dengan bershadaqah, maka doa yang seperti ini tidak akan tertolak selamanya, terlebih lagi jika bertepatan dengan lafal-lafal doa yang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memberitakan bahwa lafal-lafal tersebut berpotensi untuk dikabulkan atau lafal-lafal tersebut mengandung nama-Nya yang paling agung.”

[bersambung]

Daftar link artikel ini:

  1. Modal Dasar Berdoa pada Allah (1)
  2. Modal Dasar Berdoa pada Allah (2)

Penulis: 
Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/31293-modal-dasar-berdoa-pada-allah-2.html

Keutamaan Dzikir Harian (1)

Keutamaan Dzikir Harian (1)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Apakah Dzikir Itu?

Dzikrullah merupakan aktifitas ibadah seorang muslim, ibadah ini dilakukan dengan mengucapkan lafal dzikir yang mengandung pujian kepada-Nya, pensucian-Nya, pengagungan-Nya, pentauhidan-Nya, dan ungkapan syukur kepada-Nya. Salah satu perkara yang sangat dibutuhkan oleh seorang muslim dalam kehidupannya adalah dzikir terkait dengan aktifitasnya dalam sehari semalam. Aktifitas harian seorang muslim, baik terkait dengan berdiri, duduk, diam, bergerak, masuk, keluar dan aktifitas lainnya, semuanya dilakukan dalam rangka ketaatan kepada Allah sehingga ia menjadi sosok hamba yang terhitung senantiasa berdzikr dengan memohon pertolongan kepada-Nya saja dan bertawakal kepada-Nya semata.

Dalam hadits riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahih nya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdzikir pada setiap keadaan.

Dari Aisyah berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdzikrullah pada setiap keadaannya” (HR. Muslim: 373), maksudnya bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah meninggalkan dzikrullah dalam setiap keadaannya baik malam maupun siang, pagi maupun sore, saat safar maupun muqim, berdiri maupun duduk, dan dalam seluruh keadaannya.
Setiap beliau akan melakukan suatu amalan, baik berupa bangun ataupun tidur, keluar atau masuk, naik kendaraan maupun turun darinya serta amalan lainnya, maka beliau awali semua itu dengan dzikrullah atau berdoa kepada-Nya semata. Barangsiapa yang memperhatikan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia akan mendapatkan dzikir pagi dan sore, dzikir tidur dan bangun darinya, dzikir shalat dan sesudahnya, dzikir makan dan minum, dzikir menaiki kendaraan dan safar, dzikir saat sedih, dzikir saat seorang muslim melihat sesuatu yang disukai atau tidak disukainya, dan dzikir-dzikir yang terkait dengan berbagai keadaan seorang muslim dalam sehari semalamnya.

Hikmah, Faedah, dan Makna yang Agung dibalik Dzikir Harian

Di dalam keanekaragaman dzikir yang sesuai dengan berbagai keadaan seorang muslim, terdapat beberapa hikmah, faedah, dan makna yang agung, di antaranya adalah:

  • Menguatkan tauhid di hati seorang muslim dan rasa benci kepada segala bentuk kesyirikan,
  • Menguatkan hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya,
  • Menguatkan keimanan seorang hamba kepada Allah,
  • Pengakuan terhadap nikmat-Nya yang terus-menerus didapatkan oleh seorang hamba,
  • Ungkapan rasa syukur kepada-Nya,
  • Sebagai bentuk tawakkal, bersandarnya hati, dan menyerahkan urusan kebaikan kepada-Nya semata,
  • Serta berlindung kepada-Nya saja dari segala godaan setan dan dari seluruh keburukan,
  • Menguatkan ketundukan ‘ubudiyyah kepada-Nya semata,
  • Mengakui Kemahaesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya.
  • Mengandung harapan dan tujuan yang mulia, kebaikan, manfaat, keberkahan dan faedah-faedah agung lainnya yang tidak bisa diungkapkan semuanya dengan lisan manusia.

Dengan demikian, seseorang yang memiliki perhatian besar terhadap dzikir dan do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menerapkannya dalam kesehariannya, berarti ia mengakui berulangkali bahwa hanya Allah Ta’ala-lah yang menghidupkan dan mematikan makhluk, memberi makan, dan minum kepada mereka, menjadikan mereka kaya dan miskin, memberi pakaian kepada mereka, menganugerahkan hidayah kepada sebagian mereka dan menyesatkan sebagian yang lain, serta iapun berulangkali mengakui bahwa hanya Allah-lah yang berhak diibadahi dengan kecintaan, harapan, takut, ketundukan, perendahan diri, pengagungan, serta ibadah-ibadah lainnya, baik ibadah lahiriyah maupun batiniyah.

[Bersambung]

Anda sedang membaca: ” Keutamaan Dzikir Harian”, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:

  1. Keutamaan Dzikir Harian (1)
  2. Keutamaan Dzikir Harian (2)

***

Penulis: 
Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/29654-keutamaan-dzikir-harian-1.html

Metode Berdakwah Kepada Non-Muslim (3)

Metode Berdakwah Kepada Non-Muslim (3)

Penerapan Prinsip Skala Prioritas dalam Berdakwah

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,

وقد علم بالاضطرار من دین الرسول صلى الله عليه و سلم واتفقت علیه الأمة أنَّ أصلَ الإسلام وأوّل ما یؤمر به الخلق شھادة أن لا إله إلاّ الله وأنَّ محمداً رسول الله ، فبذلك یصیر الكافر مسلماً، والعدوُّ ولیا، والمباحُ دمُه ومالُه معصومَ الدم والمال

“Telah diketahui bersama secara mendasar bahwa termasuk bagian dari ajaran agama (Islam )yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan disepakati oleh umat Islam adalah bahwa perkara yang pertama kali diperintahkan kepada makhluk yaitu syahadat la ilaha illallah dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah. Hal itulah menyebabkan orang kafir menjadi muslim, musuh menjadi teman setia, serta darah dan harta yang halal menjadi terjaga.”

Setelah dakwah mengajak manusia kepada Tauhid, selanjutnya jelaskanlah kepada umat tentang hukum-hukum Allah dan ajaklah orang-orang untuk menerapkannya, serta sampaikanlah solusi penyakit yang menyebar di tengah-tengah masyarakat.

Contohnya:

  1. Nabiyyullah Luth ‘alaihis salam, setelah beliau kosentrasi mengajarkan tauhid, lalu beliau ‘alaihis salam pun konsentrasi pada memperingatkan masyarakat dari penyakit masyarakat “homoseks”, karena penyakit tersebut sangatlah keji dan tersebar di tengah-tengah kaumnya. Dengan demikian, beliau ‘alaihis salamkosentrasi kepada memperbaiki krisis moral dan akhlak yang ada di masyarakatnya, setelah dakwah tauhid.
  2. Nabiyyullah Syu’aib ‘alaihis salam  setelah kosentrasi mengajarkan tauhid, lalu beliau ‘alaihis salam pun konsentrasi kepada memperingatkan penyakit masyarakat yang terkait dengan kecurangan dalam menimbang dan menakar. Dengan demikian, beliau ‘alaihis salam kosentrasi kepada memperbaiki krisis ekonomi, berupa kecurangan pelaku pasar, setelah dakwah tauhid.

Demikianlah, seluruh rasul ‘alaihimush shalatu was salamu ajma’in, mereka memperbaiki aqidah masyarakat dan mengokohkannya terlebih dahulu, kemudian memperbaiki kerusakan sisi-sisi lainnya di masyarakatnya. Tujuan mereka adalah mengeluarkan manusia dari berbagai macam kegelapan kepada cahaya. Dari kegelapan syirik, bid’ah, dan maksiat kepada cahaya tauhid, sunnah, dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Macam-Macam Sasaran Dakwah (mad’u)

Sasaran dakwah ilallah terbagi menjadi dua kelompok besar, dan dua kelompok besar ini masih terbagi lagi menjadi beberapa golongan. Berikut rinciannya

Kelompok Pertama: Ummatul Ijabah (Umat yang menerima dakwah)

Ummatul Ijabah adalah kaum muslimin. Mereka ini adalah orang-orang yang menerima agama Islam, tunduk kepada Rabbil ‘alamin, dan beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Ummatul Ijabah (kaum muslimin) ini terbagi lagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

  1. Sabiqun bil khairat (orang-orang yang lebih dahulu melakukan kebaikan), kelompok ini adalah kelompok yang mendapatkan ganjaran berupa masuk kedalam surga, tanpa hisab dan tanpa adzab.
  1. Muqtashidun ( orang-orang yang pertengahan), kelompok ini pun mendapatkan ganjaran berupa masuk kedalam surga, tanpa hisab dan tanpa azab pula.
  1. Zhalimun linafsihi (orang-orang yang menzalimi (aniaya) diri mereka sendiri), nasib kelompok ini tergantung kepada Allah, jika Allah menghendaki untuk mengazab mereka, maka Allah akan azab mereka namun tidak sampai kekal selamanya di dalam neraka. Akan tetapi, jika Allah menghendaki untuk mengampuni mereka, maka Allah akan mengampuni mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا ۖ وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ

(Bagi mereka) surga ‘Adn mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka didalamnya adalah sutera” (Faathir: 32-33).

Maka metode mendakwahi mereka ini adalah dengan cara mereka diajak untuk istiqamah di atas keimanan, didorong untuk meningkatkan keimanan, dan menjauhi perkara yang menguranginya atau merusaknya. Dan dalam mendakwahi masing-masing kelompok tersebut perlu disesuaikan dengan keadaan mereka.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

Sumber: https://muslim.or.id/29567-metode-berdakwah-kepada-non-muslim-3.html

Metode Berdakwah Kepada Non-Muslim (2)

Metode Berdakwah Kepada Non-Muslim (2)

Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin hafizhahullah mengatakan,

لا بدَّ أوَّلاً من ترسیخ العقیدة وبیان الإیمان وتقریر أصول الدین، ثم بعد ذلك ینتقل إلى بیان الأحكام الشرعیة والأوامر والنواھي والأخلاق والآداب

“Seharusnyalah yang pertama kali didahulukan adalah mengokohkan aqidah, menjelaskan keimanan dan menetapkan dasar-dasar agama Islam, kemudian setelah itu beralih kepada penjelasan hukum-hukum syar’i, perintah dan larangan, akhlaq serta adab”.

Lalu beliau hafizhahullah menjelaskan bahwa seorang dai apabila hendak berdakwah, maka hendaklah ia memulai dengan dakwah mengajak kepada tauhid yang merupakan makna dari syahadat La ilaha illallah, karena alasan berikut ini:

1. Tidak Sah Suatu Amal Kecuali dengan Tauhid

Tauhid adalah dasar terbangunnya amalan, tidak adanya tauhid menyebabkan tidak bermanfaatnya amalan, bahkan akan gugur seluruh amalan seseorang, karena tidak sah ibadah itu jika disertai kesyirikan, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَن يَعْمُرُواْ مَسَاجِدَ الله شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalannya, dan mereka kekal di dalam neraka” (QS. At-Taubah: 17).

2. Mengenal Makna Syahadat La ilaha illallah adalah Kewajiban Pertama Seorang Hamba

Inilah manhaj dakwah seluruh nabi dalam berdakwah mengajak manusia kepada Allah, pertama kali mereka mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah dan memberantas kesyirikan, kemudian mereka mengajarkan syari’at Allah yang lainnya (setelah tauhid) kepada orang yang telah bertauhid.

Demikian pula metode dakwah penutup para nabi, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih mereka berdua, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz ke negeri Yaman, beliau bersabda kapadanya,

إنَّك تأتي قوماً من أھل الكتاب، فلیكن أوّلَ ما تدعوھم إلیه شھادةُ أن لا إله إلاّ الله وفي روایة: -أن یوحدوا الله- فإن ھم أطاعوك لذلك، فأعلمھم أنَّ الله افترض علیھم خمسُ صلوات في كلِّ یوم ولیلة، فإن ھم أطاعوك لذلك فأعلمھم أنَّ الله افترض علیھم صدقةً تؤخذ من أغنیائھم فتردّ على فقرائھم، فإن ھم أطاعوك لذلك فإیّاك وكرائم أموالھم واتَّقِ دعوةَ المظلوم فإنَّه لیس بینه وبین الله حجاب

Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli Kitab, maka perkara yang pertama kali kau sampaikan kepada mereka adalah syahadat La ilaha illallah, dalam sebuah riwayat: (supaya kalian mengesakan Allah), maka jika mereka mematuhi apa yang telah kau sampaikan, lalu beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Apabila mereka mematuhi apa yang telah kau sampaikan, selanjutnya beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di kalangan mereka kemudian diberikan kepada orang-orang faqir di kalangan mereka. Jika mereka pun mematuhi apa yang kau dakwahkan, maka jagalah dirimu dari perbuatan mengambil zakat mereka dari harta yang paling mahal. Dan jagalah dirimu dari doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang (doa) antara dirinya dengan Allah”.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

Sumber: https://muslim.or.id/29562-metode-berdakwah-kepada-non-muslim-2.html

Tafsir Surat An-Najm 19-23: Ngalap Berkah Yang Salah (1)

Tafsir Surat An-Najm 19-23: Ngalap Berkah Yang Salah (1)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:

Allah Ta’ala berfirman:

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ

(19) Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al-Laata dan al-Uzza,

وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ

(20) dan Manah yang ketiga (terakhir) lagi hina (sebagai anak perempuan Allah)?

أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَىٰ

(21) Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan?

تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ

(22) Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.

إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَىٰ

(23) Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu adakan; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka (QS. An-Najm: 19-23).

Tafsir

Kandungan umum beberapa ayat ini adalah penetapan tauhid di hati kaum mukminin, sekaligus bantahan terhadap kesyirikan kaum musyrikin. Allah membantah kaum musyrikin penyembah berhala dan patung. Berhala dan patung yang paling mereka agungkan adalah al-laata, al-uzza, dan manaah, Allah menyatakan kepada mereka:

{أَفَرَأَيْتُمُ}

Maksudnya

Kabarkan kepadaku tentang berhala dan patung ini, apakah sesembahan-sesembahan tersebut sanggup memberi manfaat atau menimpakan mudhorot (bahaya)? Apakah sesembahan-sesembahan tersebut bisa menyelamatkanmu dari segala marabahaya?Apakah sesembahan-sesembahan itu sanggup memberi rezeki kepadamu?

Kaum musyrikin pun tidak mampu menjawabnya, karena memang terbukti bahwa sesembahan-sesembahan tersebut tidak sanggup berbuat apa-apa dan tidak mampu menolong kaum musyrikin di berbagai kancah peperangan, seperti perang badar dan selainnya.

Sesembahan-sesembahan itu pun tidak mampu menolak bahaya yang Allah timpakan kepada kaum musyrikin di berbagai peristiwa. Maka hal ini menjadi dalil yang tegas bahwa alasan mereka dalam menyembah berhala dan patung tersebut agar mendapatkan manfaat atau terhindar bahaya dari diri mereka adalah perkara yang tertolak dan batil1.

Al-Qurthubi rahimahullah dalam kitab Tafsirnya mengatakan,

وفي الآية حذف دل عليه الكلام ; أي أفرأيتم هذه الآلهة هل نفعت أو ضرت حتى تكون شركاء لله

“Dalam ayat ini sesunguhnya terdapat pola kalimat yang menyimpan kata-kata yang tak disebutkan (hadzfun). Kata-kata tersebut ditunjukkan dari konteks pembicaraan, yaitu ‘Terangkanlah kepadaku tentang berhala dan patung ini, apakah sesembahan-sesembahan ini sanggup memberi manfaat atau menimpakan mudharat (bahaya) hingga merekapun dianggap sebagai sekutu-sekutu Allah.”

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

____

  1. Diintisarikan dari Al-Mulakhhosh, Syaikh Sholeh Al-Fauzan, hal. 88-89 dan I’anatul Mustafid, Syaikh Sholeh Al-Fauzan, hal. 215. 

Sumber: https://muslim.or.id/29495-tafsir-surat-an-najm-19-23-ngalap-berkah-yang-salah-1.html

Keindahan Islam (14)

Keindahan Islam (14)

Ibnu Hazm rahimahullah menjelaskan,

لا خلاف بين أحد من أهل اللغة والشريعة في أن كل وحي نزل من عند الله تعالى فهو ذكر منزل فالوحي كله محفوظ بحفظ الله تعالى له بيقين وكل ما تكفل الله بحفظه فمضمون ألا يضيع منه وألا يحرف منه شيء أبدا تحريفا لا يأتي البيان ببطلانه

“Tidak ada perselisihan diantara ahli bahasa Arab dan ulama syari’at bahwa setiap wahyu yang diturunkan dari sisi Allah Ta’ala itu disebut dengan “Adz-Dzikru” yang diturunkan (dari-Nya). Oleh karena itu, seluruh wahyu (baik Alquran maupun As-Sunnah, pent.) itu dengan yakin (pasti) dijaga dengan penjagaan dari Allah Ta’ala . Dan setiap sesuatu yang Allah jamin penjagaannya, maka sesuatu itu tidak akan ditelantarkan dan tidak akan dibiarkan sedikitpun untuk diselewengkan tanpa ada satupun bantahan yang menyatakan kebatilannya, selama-lamanya (AL-Ihkam fi Ushulil Ahkam).

Dari sinilah nampak keindahan agama Islam yang bersumber pada Alquran dan As-Sunnah ini, karena agama ini terjaga dan tidak mungkin Alquran dan As-Sunnah  dirubah, dikurangi, ditambah, diganti ataupun diselewengkan tanpa ada ulama yang bangkit meluruskannya atau menjelaskan kebatilannya. Hal ini mendorong pemeluk agama Islam semakin mantap mempelajari dan mengamalkan seluruh ajaran agama Islam yang senantiasa murni sebagaimana pertama kali Allah Ta’ala turunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penutup

Sesungguhnya apa yang penyusun sampaikan barulah sekelumit dari keistimewaan dan keindahan agama Islam ini, itupun dengan kalimat dan ungkapan yang sangat jauh dari kesempurnaan dalam menggambarkan keindahan satu-satunya agama yang diridhai oleh Allah Ta’ala ini.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah mengatakan,

و لا يمكن ضبط الحكم و المصالح في باب واحد من أبواب العلم، فضلا عن جميعه

“Tidak mungkin bisa disebutkan semua hikmah dan maslahat dalam satu bab ilmu (Syari’at) ini, apalagi jika harus disebutkan semuanya.”

Keindahan tentang shalat saja, misalnya, kita tidaklah bisa mengungkapkan seluruh hikmah dan maslahat yang terdapat di dalamnya, apalagi jika harus menyebutkan semua hikmah dan maslahat dari zakat, puasa, haji, amar ma’ruf nahi mungkar, dan seluruh syari’at Islam ini, maka suatu hal mustahil mampu  diungkapkan oleh manusia.

Namun, penyusun berharap lima keistimewaan yang sekaligus merupakan keindahan agama Islam ini, yaitu

  1. Islam adalah agama yang sempurna
  2. Islam agama Tauhid
  3. Islam adalah agama yang mudah
  4. Agama Islam terbangun di atas meraih kebaikan dan menolak bahaya
  5. Allah Ta’ala menjaga agama Islam ini dari perubahan, menjadi pendorong yang kuat bagi seorang muslim untuk membentengi dirinya dari segala hal yang merusak keimanannya dan ia semakin terdorong untuk meningkatkan keimanannya. Serta diharapkan pula risalah ini mendorong non muslim untuk tertarik kepada agama Islam yang sangat indah, agung dan sempurna ini.

Wa shallallahu wa sallam ‘ala Nabiyyina Muhammad, walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

Sumber: https://muslim.or.id/29493-keindahan-islam-14.html

Keindahan Islam (11)

Keindahan Islam (11)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

الله بعث الرسل بتحصيل المصالح وتكميلها، وتعطيل المفاسد وتقليلها، فكل ما أمر الله به ورسوله؛ فمصلحته راجحة على مفسدته، ومنفعته راجحة على المضرة، وإن كرهته النفوس

“Allah Ta’ala telah mengutus para rasul-Nya untuk meraih maslahat dan menyempurnakannya, serta menolak mafsadat (kerusakan/bahaya) dan menyedikitkannya. Setiap perkara yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan, maka maslahat dan manfaatnya lebih dominan daripada mafsadat dan mudharatnya, meskipun hal itu tidak disukai oleh hawa nafsu” (Majmu’ul Fatawa [24/287])1.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

القول الجامع؛ أن الشريعة لا تهمل مصلحة قط، بل الله تعالى قد أكمل لنا الدين وأتم النعمة، فما من شيء يقرب إلى الجنة إلا وقد حدثنا به النبي صلى الله عليه وسلم

“Kesimpulan umumnya adalah syari’at tidaklah menelantarkan kemaslahatan sedikitpun. Bahkan Allah Ta’ala telah menyempurnakan untuk kita agama ini dan menyempurnakan nikmat-Nya. Oleh karena itu, tidak ada sesuatupun yang mendekatkan (seorang hamba) kepada surga kecuali telah disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (kepada umatnya)” (Majmu’ul Fatawa [11/344])2.

Contoh Maslahat yang Terdapat dalam Agama Islam

Sesungguhnya, banyak sekali maslahat dan manfaat dalam syari’at Islam yang dapat dihayati oleh setiap orang yang beriman, namun dalam kesempatan ini, sedikit saja yang bisa penyusun sampaikan darinya. Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah mengungkapkan beberapa maslahat yang terdapat didalam syari’at Allah, berikut ini intisari keterangan beliau dalam kitab beliau Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah dan Ad-Durrah Al-Mukhtasharah.

– Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa di antara perintah Allah yang teragung adalah tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam peribadahan. Tauhid mengandung kemaslahatan bagi hati, melapangkan hati, didapatkannya cahaya dan bersihnya hati dari kotoran (yang mengotorinya). Di samping itu, juga terdapat di dalamnya kemaslahatan badan, dunia dan akhirat.

– Dan larangan Allah yang terbesar adalah larangan dari berbuat syirik dalam peribadahan. Mudharat dan bahaya yang ditimbulkan oleh kesyirikan pun tentunya amatlah besar, baik kemudharatan yang mengenai hati, badan, dunia dan akhirat.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menyatakan,

فكل خير في الدنيا و الآخرة: فهو من ثمرات التوحيد، و كل شر في الدنيا و الآخرة فهو من ثمرات الشرك

“Setiap kebaikan di dunia dan akhirat, maka itu merupakan buah dari tauhid, sedangkan setiap keburukan di dunia dan akhirat, maka itu adalah dampak negatif dari kesyirikan.”

Di antara perkara besar yang Allah perintahkan setelah tauhid (rukun Islam pertama) adalah keempat rukun Islam selanjutnya, yaitu shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.

– Dalam syari’at Shalat terdapat tarbiyyah imaniyyahberupa keikhlasan, berkomunikasi menghadap Allah, memuji-Nya, berdo’a kepada-Nya dan ketundukan kepada-Nya. Kedudukan shalat di dalam “Pohon Iman” untuk mengairi dan melihara pohon iman tersebut. Kalaulah tidak disyari’atkan shalat secara berulang dalam sehari semalam, tentulah akan gersang pohon tersebut, sehingga dahan dan rantingnyapun sulit diarahkan kepada kebaikan.

Dengan shalat yang dilakukan secara berulang akan membuahkan keimanan yang meningkat dan kemanisan ubudiyyah yang terus diperbarui dari waktu ke waktu, serta membuahkan kesibukan hati mengingat Allah yang dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar.

[Bersambung]

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

[serialposts]

  1. http://majles.alukah.net/t49126/ 
  2. http://majles.alukah.net/t49126/ 

Sumber: https://muslim.or.id/29460-keindahan-islam-11.html