- Dalil kedua
Hadits Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, dishohihkan beliau dan disetujui Adz-Dzahabi).
Matan hadits yang disebutkan dalam kitab Tauhid ini :
Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan, kemudian beliau bertanya:
(( مَا هَذِهِ؟ قَالَ: مِنَ الوَاهِنَةِ، فَقَالَ: انْزَعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا ))
“Untuk apa sih ini?! Orang laki-laki itu menjawab: “Untuk menangkal penyakit lemah badan”, lalu Nabi bersabda: “Lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu, maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad yang bisa diterima).
Penjelasan
Dalam hadits ini, pertanyaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seseorang yang memakai gelang jimat,
مَا هَذِهِ؟
“Untuk apa sih ini?!”
Ini adalah jenis pertanyaan pengingkaran ( Istifham Ingkari ).
Sedangkan pemakai jimat tersebut, memahami bahwa pertanyaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya adalah jenis pertanyaan perincian (Istifham Iftishol), yaitu : “Gelang untuk apa ini?”, begitu menurut sebagian Ulama.
Sehingga orang laki-laki itu menjawab: “Untuk menangkal penyakit lemah badan”.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( انْزَعْهَا فَإِنَّهَا لاَ تَزِيْدُكَ إِلاَّ وَهْنًا، فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا ))
“Lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu, maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.”
Itulah hakekat kesyirikan dengan segala macamnya, tidak akan pernah bermanfa’at bagi pelakunya, malah justru membahayakan.
Adapun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
(( مَا أَفْلَحْتَ أَبَدًا))
“maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”.
Maksud peniadaan keberuntungan di sini, mencakup dua kandungan:
- Nafyu Falahil mutlaq, yaitu: peniadaan keberuntungan secara totalitas, yaitu : tidak beruntung sama-sekali, dengan tidak masuk Surga sama sekali dan kekal di Neraka. Kasus jenis ini berlaku untuk pemakai jimat yang keyakinannya sampai syirik akbar, seperti yang sudah dijelaskan di artikel bagian pertama.
- Nafyu muthlaqul Falah, yaitu: peniadaan sebagian keberuntungan yang menyebabkan pelakunya terancam masuk Neraka, namun tidak kekal.
Kasus jenis ini berlaku untuk pemakai jimat yang keyakinannya sebatas syirik kecil.
Faedah :
Pembahasan tentang Sya`iul Muthlaq, yaitu sesuatu yang sempurna/menyeluruh, dan Muthlaqusy Sya`i, yaitu : asalkan ada sesuatu tersebut dalam batasan yang paling minimal, kedua hal ini berlaku pada pembahasan mutlaq Tauhid, Islam, Iman, syirik, dukhul Jannah dan Tahrimun Nar. Begitu pula untuk Tauhid, Islam, Iman, syirik, dukhul Jannah (masuk Surga) dan pencegahan masuk Neraka (Tahrimun Nar) yang muthlaq, semuanya disesuaikan dengan konteks pembicaraannya masing-masing.
Kesimpulan
Sisi pendalilan hadits ini, sehingga sebagai dalil kesyirikan pemakai jimat adalah :
Dalam hadits ini, dinyatakan bahwa jimat itu tidak bermanfa’at, dengan demikian jimat itu hakekatnya bukan sebab! Malah justru membahayakan pemakainya di Dunia, sedangkan di Akherat, tidak beruntung (terancam adzab). Berarti pemakainya, tidak memenuhi hukum sebab pertama dan kedua, seperti yang telah disebutkan di artikel bagian pertama, karena ia menjadikan jimat sebagai sebab, padahal bukan sebab, sehingga tergantung hatinya kepada jimat, inilah syirik!
(Bersambung, in sya Allah)
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: ” Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang “, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (1)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (2)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (3)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (4)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (5)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (7)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (8)
Sumber: https://muslim.or.id/26337-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-4.html
Search Results for: TAUHID
Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (3)
-
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Dalam bab:
من الشرك لبس الحلقة و الخيط و نحوهما لرفع البلاء أو دفعه
“Diantara bentuk kesyirikan adalah memakai sesuatu yang melingkar dan memakai benang (yang dilingkarkan) serta benda yang seperti keduanya, dengan tujuan untuk menyingkirkan mara bahaya atau menolaknya”,
Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah membawakan lima dalil, dua dalil dari Alquran dan yang tiga dalil dari As-Sunnah, dengan perincian sebagai berikut :
-
Surat Az-Zumar: 38
-
Hadits Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, dishohihkan beliau dan disetujui Adz-Dzahabi).
-
Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad, Ath -Thahawi dan Al-Hakim,dishohihkan beliau dan disetujui Adz-Dzahabi).
-
Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad : 4/156).
-
Surat Yusuf : 106 yang terdapat dalam atsar Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu.
Penjelasan (Syarh):
1. Surat Az-Zumar: 38
Allah Ta’ala berfirman :
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ}
“Dan sungguh jika engkau bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”.
Katakanlah (hai Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik): “Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian sembah selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemadharatan kepadaku, apakah sesembahan-sesembahan itu dapat menghilangkan kemadharatan itu?
Atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya?”
Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku, hanya kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakkal.” (QS. Az-Zumar: 38).
Penjelasan :
Firman Allah Ta’ala :
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ}
“Dan sungguh jika engkau bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”.
Ayat ini menunjukkan pengakuan orang-orang musyrik terhadap keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya.
Firman Allah Ta’ala :
{ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ}
Katakanlah (hai Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik): “Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian sembah selain Allah!
Jenis pertanyaan disini adalah pertanyaan pengingkaran (Istifham Inkari), maksudnya:
Apakah pantas kalian mengakui bahwa Allah Esa dalam Rububiyyah-Nya, namun kenyataannya, kalian menyembah selain-Nya?!
Inilah salah satu metode yang agung dalam Alquran, yaitu : berhujjah dengan pengakuan musyrikin terhadap Tauhid Rububiyyah untuk mengingkari kesyirikan mereka dalam Uluhiyyah.
Firman Allah Ta’ala,
{ مَا تَدْعُونَ}
Kata “Ma” di sini adalah isim maushul1 dengan makna alladzi (yang).
Di dalam ilmu Balaghah (Sastra Arab), kata ini menunjukkan makna umum, mencakup seluruh sesembahan selain Allah yang mereka sembah, yaitu: sebagian para nabi, rasul dan orang-orang shalih (QS. Al-Maa`idah:116), malaikat (QS. Saba`: 40-41), bintang, matahari,bulan, pohon, batu, patung dan berhala.
Renungan
Bandingkan dengan sesembahan musyrikin zaman sekarang yang disebut-sebut sebagai zaman modern!
Niscaya Anda akan mendapatkan fenomena yang nyaris hampir sama dengan kaum musyrikin zaman dahulu.
Hal ini menunjukkan bahwa kemodernan zaman yang ditandai dengan ketinggian teknologi dan kemakmuran perekonomian itu, bukanlah menjadi jaminan keselamatan akidah manusia yang hidup di dalamnya!
Sehingga sangat memungkinkan manusia di zaman modern melakukan kesyirikan akbar! Apalagi banyak orang yang meninggalkan mempelajari Tauhid dengan baik.
Firman Allah,
{إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ}
“Jika Allah hendak mendatangkan kemadharatan kepadaku, apakah sesembahan-sesembahan itu dapat menghilangkan kemadharatan itu? atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya?”
Dengan macam sesembahan mereka seperti yang sudah disebutkan di atas, maka ayat ini sesungguhnya berkenaan dengan syirik akbar, namun mengapa Syekh membawakannya untuk membantah syirik jimat, yang biasanya di dalam kitab-kitab tentang disiplin ilmu Tauhid, dikategorikan ke dalam contoh syirik kecil2?
Bagaimana alasan pendalilannya?
Jawab:
1) Alasan pendalilan (wajhud dalalah) pertama :
Ayat ini untuk membantah ketergantungan hati pelaku syirik besar kepada sesembahan-sesembahan selain Allah, sedangkan hal ini ada dalam hati pemakai jimat.
Walau kadar ketergantungan hati pemakai jimat kepada jimatnya – selama pemakainya meyakini jimat tersebut sebagai sebab saja- tidaklah sebesar ketergantungan hati pelaku syirik besar kepada sesembahan-sesembahan mereka.
Jadi Ayat ini untuk menyatakan batilnya ketergantungan hati kepada selain Allah.
Jika ketergantungan hati kepada sebagian para nabi, rasul dan orang-orang shalih saja adalah sebuah kebatilan, maka lebih-lebih lagi ketergantungan hati kepada jimat,benda-benda mati, yang tidak bernyawa dan rendahan itu!
2) Alasan pendalilan (wajhud dalalah) kedua :
Ayat ini untuk menetapkan bahwa sesembahan-sesembahan mereka selain Allah, tidak kuasa menolak mudharat atau memberi manfa’at, maka lebih-lebih lagi jimat, yang merupakan benda rendahan itu!
Jimat lebih tidak bisa memberi manfa’at atau menolak mudhorot dan bukan pula sebagai sebab yang berpengaruh dalam didapatkannya manfaat atau tertolaknya mudhorot. Berarti alasan pendalilan pada ayat ini adalah dengan menggunakan qiyas/ analogi.
(Bersambung, in sya Allah)
***
Catatan kaki
1. Isim Maushul adalah kata yang tidak jelas, sehingga selalu membutuhkan anak kalimat penjelas yang mengandung kata ganti yang kembali kepada Isim Maushul tersebut.
2. Tentu dikatakan memakai jimat merupakan syirik kecil, selama keyakinan pemakainya adalah jimat tersebut diyakini sebagai sebab saja (sedangkan Allah lah yang mentakdirkan), dan tidak diyakini jimat itu berpengaruh dengan sendirinya, terlepas dari kehendak Allah Ta’ala. Lihat penjelasan di artikel sebelumnya.
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: ” Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang “, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (1)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (2)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (3)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (4)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (5)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (7)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (8)
Sumber: https://muslim.or.id/26323-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-3.html
-
Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (2)
-
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Hukum Sebab
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah, ketika menjelaskan bab ke-7 dari kitab At-Tauhid, yaitu :
“Bab: Diantara bentuk kesyirikan adalah memakai sesuatu yang melingkar dan memakai benang (yang dilingkarkan) serta selain keduanya, dengan tujuan untuk menyingkirkan mara bahaya atau menolaknya”, berkata :
“Pemahaman terhadap bab ini, tergantung kepada pengetahuan tentang hukum-hukum sebab. Sedangkan perincian hukum-hukum sebab tersebut adalah sebagai berikut:
Seseorang wajib mengetahui bahwa dalam (pembahasan) sebab terdapat tiga perkara (yang mendasar), yaitu:
أحدها: أن لا يجعل منها سببا إلا ما ثبت أنه سبب شرعا أو قدرا.
Pertama: Tidak menjadikan sesuatu sebagai sebab, kecuali jika sesuatu tersebut terbukti sebagai sebab, baik secara Syar’i1 maupun Qadari/Kauni2.
ثانيها: أن لا يعتمد العبد عليها، بل يعتمد على مسببها ومقدرها، مع قيامه بالمشروع منها، وحرصه على النافع منها.
Kedua: Seorang hamba tidak bersandar (hatinya) kepada sebab, namun bersandar kepada Allah, Sang Penyebab berpengaruhnya suatu sebab dan Sang Pentakdirnya, diiringi dengan usaha yang disyari’atkan (untuk dilakukan) dan semangat melakukan yang (paling) bermanfa’at diantaranya.
ثالثها: أن يعلم أن الأسباب مهما عظمت وقويت فإنها مرتبطة بقضاء الله وقدره لا خروج لها عنه،
Ketiga: (Wajib) diketahui bahwa suatu sebab, meskipun besar dan kuat (pengaruhnya), maka sesungguhnya tetap terikat dengan taqdir Allah, tidak bisa terlepas darinya”.
Beliau rahimahullah menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengatur makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya,
-
Jika Allah menghendaki, maka Allah akan takdirkan suatu sebab berpengaruh sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya, agar seorang hamba mengetahui dengan baik kesempurnaan hikmah-Nya, karena Allah telah mentakdirkan terjadinya akibat, ketika seorang hamba melakukan sebabnya.
-
Namun, jika Allah menghendaki sesuatu yang lain, maka Allah takdirkan suatu sebab tidak berpengaruh dan tidak berakibat, agar hati seorang hamba tidak bergantung kepada sebab dan agar ia mengetahui kesempurnaan kekuasaan Allah atas hamba-Nya dan kesempurnaan kehendak-Nya dalam mengatur alam semesta.
Beliau rahimahullah berkata :
فهذا هو الواجب على العبد في نظره وعمله بجميع الأسباب.
“Inilah sikap wajib seorang hamba dalam memandang dan melakukan berbagai macam sebab (dalam aktivitasnya)”.
Kemudian beliau rahimahullah menyimpulkan,
إذا علم ذلك فمن لبس الحلقة أو الخيط أو نحوهما قاصدا بذلك رفع البلاء بعد نزوله، أو دفعه قبل نزوله فقد أشرك ;
“Jika sudah diketahui hal itu, maka barangsiapa yang memakai sesuatu yang melingkar dan memakai benang (yang dilingkarkan) serta selain keduanya, dengan tujuan untuk menyingkirkan mara bahaya setelah menimpanya atau menolaknya sebelum menimpanya (padahal hal itu bukan sebagai sebab, pent.), maka ia telah melakukan perbuatan syirik”.
Selanjutnya, beliau rahimahullah menjelaskan kapan seseorang yang memakai jimat divonis telah melakukan syirik besar dan kapan divonis sebagai syirik kecil, berikut penjelasannya:
Tentang hukum syirik besar
إن اعتقد أنها هي الدافعة الرافعة فهذا الشرك الأكبر. وهو شرك في الربوبية حيث اعتقد شريكا مع الله في الخلق والتدبير. وشرك في العبودية حيث تأله لذلك وعلق به قلبه طمعا ورجاء لنفعه،
“Jika seseorang meyakini bahwa jimat tersebut menolak atau menyingkirkan mara bahaya (dengan sendirinya, terlepas dari kekuasaan Allah, pent.), maka ini adalah perbuatan syirik besar. Yaitu syirik dalam Rububiyyah, yang mana ia meyakini ada selain Allah, yang menjadi tandingan-Nya dalam menciptakan dan mengatur alam semesta.
Disamping itu, (perbuatan tersebut juga) termasuk bentuk kesyirikan dalam ibadah, yang mana ia telah menyembah jimat tersebut dan menggantungkan ketamakan dan harapannya kepadanya, guna mendapatkan manfa’at darinya”.
Tentang hukum syirik kecil
وإن اعتقد أن الله هو الدافع الرافع وحده ولكن اعتقدها سببا يستدفع بها البلاء، فقد جعل ما ليس سببا شرعيا ولا قدريا سببا، وهذا محرم وكذب على الشرع وعلى القدر.
“Sedangkan, jika ia berkeyakinan bahwa hanya Allah lah satu-satunya Sang Penolak dan Penyingkir mara bahaya, akan tetapi ia meyakini bahwa jimat tersebut merupakan sebuah sebab yang dengannya tertolak mara bahaya, maka hakekatnya ia telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab, baik secara Syar’i maupun Qadari, sebagai sebuah sebab. Ini hukumnya haram dan dusta atas nama Syar’i dan Qadar/Kauni”.
Benarlah apa yang dikatakan Syaikh Abdur Rahman As- Sa’di di atas, karena sesungguhnya dalam syari’at, Allah melarang seorang hamba memakai jimat dengan setegas-tegasnya, maka sesuatu yang dilarang dalam syari’at pastilah bukan merupakan suatu sebab yang bermanfa’at.
Disamping itu, jimat tidak terbukti secara ilmiyyah sebagai sebuah sebab yang bermanfa’at, apalagi mengenakan jimat merupakan perbuatan yang menghantarkan kepada kesyirikan akbar.
Nasehat Syaikh Abdur Rahman As- Sa’di rahimahullah
Kemudian beliau rahimahullah menasehati,
“Maka seorang yang beriman wajib meninggalkan jimat tersebut, agar sempurna keimananan dan tauhidnya, karena jika sempurna tauhid seseorang, maka hatinya tidak tergantung kepada sesuatu yang bertentangan dengan tauhidnya.
Dan (pemakaian) jimat itu menunjukkan kekurangan akal pemakainya, yang mana ia bergantung kepada sesuatu yang tidak layak hatinya bergantung kepadanya, serta bergantung kepada sesuatu yang tidak bermanfaat (baginya), ditinjau dari sisi manapun juga, bahkan justru hal itu murni membahayakan(nya)!”.
والشرع مبناه على تكميل أديان الخلق بنبذ الوثنيات والتعلق بالمخلوقين، وعلى تكميل عقولهم بنبذ الخرافات والخزعبلات، والجد في الأمور النافعة المرقية للعقول، المزكية للنفوس، المصلحة للأحوال كلها دينيها ودنيويها والله أعلم.
“Syari’at Islam ini terbangun di atas penyempurnaan agama manusia, dengan meninggalkan keberhalaan dan ketergantungan (hati) kepada makhluk.
(Syari’at Islam ini juga) terbangun pula di atas penyempurnaan akal manusia, dengan meninggalkan cerita dusta (khurafat) dan keyakinan batil, serta bersungguh-sungguh dalam perkara yang bermanfa’at, yang hal ini meningkatkan (kesempurnaan) akal, membersihkan jiwa dan memperbaiki seluruh keadaan, baik Diniyyah maupun duniawi. Wallahu a’lam”. [Kitab Al-Qaulus Sadiid Fii Maqaashidit Tauhid, hal. 34 – 37].
***
[Bersambung, in sya Allah]
Catatan kaki
1. Harus terdapat dalil dari Alquran atau As-Sunnah yang shahih, yang menunjukkan bahwa sesuatu itu merupakan sebab.
2. Terbukti secara ilmiah atau berdasarkan pengalaman yang jelas bahwa sesuatu itu merupakan sebab.
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: ” Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang “, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (1)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (2)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (3)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (4)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (5)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (7)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (8)
Sumber: https://muslim.or.id/26308-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-2.html
-
Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (1)
- Berkata Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam bab ke-7 dari kitab beliau : “At-Tauhid alladzi huwa haqqullah ‘alal ‘abid ” atau yang terkenal dengan sebutan kitab Tauhid :
باب من الشرك لبس الحلقة و الخيط و نحوهما لرفع البلاء أو دفعه
“Bab : Diantara bentuk kesyirikan adalah memakai sesuatu yang melingkar dan memakai benang (yang dilingkarkan) serta benda yang seperti keduanya, dengan tujuan untuk menyingkirkan mara bahaya atau menolaknya”.
Penjelasan Judul :
Ulama rahimahumullah dalam membuat sebuah judul bab, sarat akan mutiara faedah, karena judul bab hakekatnya adalah intisari dari isi bab tersebut.
Sehingga dalam judul bab di atas, terdapat kesimpulan dari dalil-dalil yang disebutkan, inti masalah yang sedang dibahas dan hukum Syar’inya,
Berikut ini, penjelasan kata demi kata, dari judul di atas :
1. Makna Bab :
Secara bahasa bermakna :
المدخل إلى الشيء، والطريق الموصل إليه
“Tempat masuk menuju ke sesuatu dan jalan yang menghantarkan kepadanya”.
Secara istilah :
اسم لجملة من العلم، تحته فصول ومسائل غالبا
“Sebuah nama untuk sejumlah ilmu, pada umumnya terdiri dari pasal-pasal dan masalah-masalah ilmiyyah”.
2. Hukum memakai jimat
Pada kata :
من الشرك
“Diantara bentuk kesyirikan”
Perkataan :
من
“Diantara”
Menunjukkan makna “sebagian” , bahwa syirik itu banyak bentuknya, namun salah satu diantara bentuk kesyirikan adalah sesuatu yang akan disebutkan setelah ini dalam kalimat judul.
Dan dalam perkataan : “Diantara bentuk kesyirikan”, terdapat vonis hukum Syar’i, maksudnya: perbuatan yang akan disebutkan pada kata-kata setelahnya dalam kalimat judul di atas, hukumnya adalah syirik.
Adapun apakah jenis syirik yang dimaksud di sini?
Jawabannya adalah hukumnya bisa syirik kecil atau bisa pula syirik besar, tergantung keyakinan pemakainya.
2. Gambaran kasus
Pada perkataan :
لبس الحلقة
“memakai sesuatu yang melingkar”
Kasus kesyirikan yang dimaksud dalam judul di atas adalah memakai sesuatu yang melingkar, baik berupa kalung, cincin dan gelang, baik terbuat dari besi, kuningan, emas atau selainnya.
Pada perkataan :
و الخيط
“memakai benang (yang dilingkarkan) ”
Maksudnya adalah mengenakan benang (termasuk di dalamnya tali dari robekan kain) yang dilingkarkan di tangan atau anggota badan yang lainnya.
Kalimat,
و نحوهما
“serta yang seperti keduanya ”
Yaitu: setiap benda yang dikenakan, digantungkan ataupun dipasang di badan, rumah, mobil atau di tempat manapun juga, asalkan jimat tersebut bukan dari Alquran, As-Sunnah, nama Allah dan sifat-Nya, doa yang diperbolehkan dan dzikir yang disyari’atkan, Inilah jimat yang divonis syirik pada bab ini.
Misalnya, jimat berupa cincin akik, gelang akar bahar, rajah yang dibungkus kain hitam lalu dikalungkan di leher atau digantungkan di atas pintu rumah atau jimat yang digantungkan di dalam mobil, jimat tanduk rusa yang ditancapkan di moncong mobil dan yang lainnya.
Termasuk juga jimat yang sebagiannya disebut penulis dalam bab berikutnya dalam kitab At-Tauhid ini (Bab ke -8), yaitu: tiwalah, wada’ah dan tamimah.
Sebenarnya tiga benda ini semuanya adalah jimat, hanya saja berbeda-beda bentuk dan penggunaannya, yaitu:
- tiwalah adalah jimat pelet yang dikenakan oleh suami/istri untuk merekatkan cinta keduanya),
- wada’ah adalah jimat yang diambil dari laut, menyerupai kerang untuk menangkal penyakit ‘ain, yaitu penyakit karena pengaruh jahat disebabkan kedengkian,
- sedangkan tamimah adalah jimat yang terbuat dari manik-manik berlubang dirangkai yg dikalungkan di leher anak untuk penangkal ‘ain.
Adapun jimat dari Alquran, As-Sunnah, nama Allah dan sifat-Nya, doa yang diperbolehkan dan dzikir yang disyari’atkan, menurut pendapat yang terkuat hukumnya diharamkan dan akan dijelaskan pada bab berikutnya dalam kitab Tauhid ini.
Pada perkataan :
لرفع البلاء أو دفعه
“dengan tujuan untuk menyingkirkan mara bahaya atau menolaknya”
Menunjukkan dua kemungkinan tujuan pemakaian jimat, yaitu:
-
Sebagai pengusir mara bahaya yang sudah menimpa pemakainya, atau
-
Penangkal mara bahaya yang dikhawatirkan akan menimpa.
Inti kesyirikan jimat
Jika kita amati kalimat judul di atas secara lengkap, maka sebenarnya penulis rahimahullah hendak membahas salahsatu fenomena kesyirikan yang dikenal di masyarakat kita dengan nama “jimat”.
Dalam konteks ini, kalimat “dengan tujuan untuk menyingkirkan mara bahaya atau menolaknya” ini adalah kalimat inti kasus kesyirikan jimat.
Bahwa apapun bentuk benda tersebut dan bagaimanapun cara penggunaannya (baik dengan cara dipakai,dikalungkan, digantungkan, ditempel maupun dengan cara lainnya) serta di manapun diletakkan (di tubuh, rumah, kendaraan, atau selainnya), jika tujuannya untuk mengusir atau menangkal mara bahaya maupun untuk mendapatkan manfa’at, padahal benda tersebut tidak terbukti sebagai sebuah sebab, baik secara Syar’i (tidak ada dalilnya) atau secara qadari (tidak terbukti secara ilmiah atau pengalaman yang jelas), maka semua itu adalah jimat.
Sebab kesyirikan jimat
Hukum memakai jimat dengan tujuan di atas adalah syirik, karena di dalam dalil terdapat vonis syirik dan karena adanya ketergantungan hati kepada sesuatu yang tidak terbukti sebagai sebab.
Adapun jenis kesyirikan jimat, berikut perinciannya:
Syirik kecil: jika jimat tersebut diyakini sebagai sebab saja (sedangkan Allahlah yang mentakdirkan), namun hati bergantung kepada jimat tersebut, maka dihukumi syirik kecil.
Syirik besar: jika jimat tersebut diyakini bukan sebagai sebab, dan jimat itu berpengaruh dengan sendirinya, terlepas dari kehendak Allah -misalnya keyakinan bahwa jimat itulah yang menyingkirkan mara bahaya dan bukan Allah- maka ini hukumnya syirik besar,karena menyakini ada selain Allah yang mampu memberi manfa’at atau menolak mudharat dengan sendirinya.
Dari sisi inilah hakekatnya kesyirikan jimat itu termasuk syirik dalam Rububiyyah.
Sedangkan ditinjau dari ketergantungan hati pemakai jimat kepada jimat tersebut, dengan rasa harap pemakainya untuk mendapatkan manfa’at, maka dari sisi ini hakekatnya kesyirikan jimat termasuk syirik dalam ibadah (Uluhiyyah).
(bersambung)
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: ” Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang “, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (1)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (2)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (3)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (4)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (5)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (7)
- Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (8)
Sumber: https://muslim.or.id/26285-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-1.html
Resensi Kitab Tauhid (3)
- Syaikh Ṣāliḥ Alusy Syaikh ḥafiẓahullāh, seorang menteri Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Kerajaan Saudi Arabia menjelsakan bahwa orang yang memahami kitab ini berarti telah memahami mayoritas permasalahan dalam (disiplin ilmu) tauḥīd ulūhiyyah. Mengapa demikian? Hal ini karena penulis menjelaskan makna tauḥīd, keutamaannya, perincian tauḥīd ulūhiyyah dan menjelaskan pula faktor-faktor yang menjaga keabsahan tauḥīd seorang hamba, dan menyempurnakan tauḥīd seorang hamba.
Demikian pula menjelaskan tentang syirik besar maupun kecil, menjelaskan faktor yang mengurangi kesempurnaan tauḥīd, yang merusak dasar tauḥīdnya, dan menutup pintu dan jalan-jalan yang menghantarkan kepada syirik. Penulis juga menjelaskan tentang tauḥīd al-asmā` wa aṣ-ṣifāt, serta tauḥīd rubūbiyyah secara global.
Oleh karena itu, Syaikh Ṣāliḥ Alusy Syaikh ḥafiẓahullāh menyarankan agar kitab ini dipelajari di berbagai tempat, baik di masjid, rumah, maupun tempat kerja, tentunya dipilih waktu dan keadaan yang tepat. Kitāb Tauḥīd adalah kitab yang sangat besar manfaatnya, layak untuk dihafal, dipelajari, dan dipahami, demikian tutur beliau dalam kitab At-Tamhīd li Syarḥi Kitabit Tauḥīd.
Sebagian ulama menyerupakan Kitāb Tauḥīd ini dengan sebuah kitab yang palih ṣaḥih sesudah Al-Qur`ān, yaitu Ṣaḥiḥ Al-Bukhārī. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab At-Tamhīd li Syarḥi Kitabit Tauḥīd bahwa hal itu ditinjau dari sisi -secara umum- penyebutan setiap bab yang mengandung ayat dan hadis, dan keterangan sesudahnya adalah tafsir dari dalil yang dibawakan. Beliau pun juga membawakan penukilan ucapan ulama dari kalangan sahabat, tabi‘in atau para imam kaum muslimin dalam menjelaskan suatu pelajaran yang terdapat dalam bab tersebut, sebagaimana hal ini juga dilakukan oleh Imam Al-Bukhārī dalam kitab Ṣaḥihnya.
Syaikh Ṣāliḥ Alusy Syaikh ḥafiẓahullāh menjelaskan bahwa (Kitab ini adalah) kitab yang sangat berharga, ulama tauḥīd sepakat bahwa dalam (sejarah) Islam, belum pernah ditulis kitab yang semisal Kitāb Tauḥīd ini (yang) membahas materi tersebut (tauḥīd ulūhiyyah, pent.). Maka kitab ini adalah kitab yang tiada duanya dalam bidangnya (tauḥīd ulūhiyyah, pent.), belum pernah disusun tulisan (dengan metode penulisan) yang semisalnya.
Yang dimaksud belum pernah ada satu kitab pun yang mendahului penulisan Kitāb Tauḥīd oleh Syaikh Muḥammad At-Tamimī raḥimahullāh ini ditinjau dari sisi metodologi penulisan yang sistematis urutan bab-babnya dengan disertai dalil-dalil dan khusus membahas masalah tauḥīd ulūhiyyah secara terperinci.
Jadi, maksud pernyataan belum pernah ada satu kitab pun yang mendahului penulisan Kitāb Tauḥīd itu bukanlah ditinjau dari sisi materi dan disiliplin ilmu tauḥīd ulūhiyyah, karena materi tauḥīd ulūhiyyah adalah inti materi dakwah Rasulullah Ṣhallallahu ‘alaihi wa sallam,sehingga ulama sebelum beliaupun telah banyak menuliskan materi ini, seperti Kitāb Tauḥīd dalam Ṣaḥiḥ Al-Bukharī, Kitābul Īmān dalam Ṣahih Muslim yang terkandung di dalamnya penjelasan tentang tauḥīd, dan Kitāb Tauḥīd karya Ibnu Khuzaimah.
[bersambung]
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: ” Resensi Kitab Tauhid “, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Resensi Kitab Tauhid (1)
- Resensi Kitab Tauhid (2)
- Resensi Kitab Tauhid (3)
Sumber: https://muslim.or.id/28633-resensi-kitab-tauhid-3.html
Resensi Kitab Tauhid (2)
- Syaikh Ṣāliḥ Al-Fauzan ḥafiẓahullāh menjelaskan bahwa kitab tauḥīd termasuk karya terbaik sang penulis dari sekian banyak karya-karya beliau. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Syaikh Ṣāliḥ Al-Fauzan ḥafiẓahullāh menjelaskan bahwa Kitābut Tauḥīd adalah tulisan terbaik dari Syaikh Al-Mujaddid Muḥammad bin ‘Abdul Wahhāb1. Syaikh Ṣāliḥ Al-Fauzan ḥafiẓahullāh menjelaskan bahwa kitab ini ditulis untuk menjelaskan tauḥīd ulūhiyyah, yaitu mengesakan Allāh dalam peribadatan dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya (syirik) serta berlepas diri dari kesyirikan tersebut.
Dalam kitab ini juga dijelaskan mengenai syirik akbar, sebuah perkara yang bertentangan dengan tauḥīd, dan perkara yang mengurangi kesempurnaannya yang wajib, berupa syirik kecil atau yang mengurangi kesempurnaan (tauḥīd) yang sunnah.
Syaikh (sang penulis) mengkhususkan pada pembahasan tauḥīd jenis ini (ulūhiyyah), karena tauḥīd jenis inilah yang memasukkan seseorang ke dalam Islam2 dan menyebabkan ia selamat dari azab Allāh.
Tauḥīd (ulūhiyyah) merupakan tujuan diutusnya para rasul (‘alaihimuṣ ṣalātu was salām) sekaligus tujuan diturunkannya kitab-kitab Allāh serta merupakan jenis tauḥīd yang diselisihi oleh kaum musyrikin pada setiap zaman dan tempat. Adapun jenis tauḥīd rubūbiyyah, maka kaum musyrikin pun mengakuinya, namun hal itu tidaklah memasukkan mereka ke dalam Islam3.
Para ulama raḥimahumullāh memandang Kitab Tauḥīd ini memiliki nilai ilmiyyah yang sangat tinggi, hal itu dapat diketahui dari banyak sisi, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Bersumber dari Al-Qur`ān dan As-Sunnah Dengan Pemahaman Salafuṣ Ṣāliḥ
Syaikh Ṣāliḥ Al-Fauzan ḥafiẓahullāh menjelaskan bahwa pentingnya kitab ini nampak dari sisi ini isinya yang ditulis berdasarkan dalil dari ayat-ayat Al-Qur`ān dan hadis-hadis dari As-Sunnah, sehingga tidaklah bisa dikatakan bahwa kitab ini berasal dari ajaran fulan atau ajaran dari Ibnu Abdil Wahhab (Wahabi). Bahkan yang benar adalah (isi) kitab ini adalah Kalāmullāh, sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan ucapan para imam kaum muslimin (dari kalangan sahabat dan selain mereka, pent). Demikianlah selayaknya penulisan (tulisan ilmiyyah yang baik)4.
2. Semua Makna Hadis yang Dinukil adalah Sahih
Hadis yang beliau bawakan terbagi menjadi dua:
- Sahih atau hasan derajatnya dan ṣahih maknanya.
- Tidak sahih atau tidak hasan derajatnya, namun sahih ditinjau dari sisi makna yang menjadi inti pembahasan, karena sesuai dengan kaedah umum dalam syari’at Islam.
Syaikh Ṣāliḥ Al-Fauzan ḥafiẓahullāh menjelaskan bahwa penulis tidaklah membawakan dalam kitab ini kecuali hadis-hadis yang sahih, hasan atau dha’if (lemah) yang memiliki penguat atau (makna secara umum) hadis dha’if tersebut masuk didalam kaedah umum yang didukung Al Quran dan As-Sunnah5.
[Bersambung]
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: ” Resensi Kitab Tauhid “, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Resensi Kitab Tauhid (1)
- Resensi Kitab Tauhid (2)
- Resensi Kitab Tauhid (3)
Sumber: https://muslim.or.id/28616-resensi-kitab-tauhid-2.html
Resensi Kitab Tauhid (1)
-
Kitab Tauḥīd
Kitab ini berjudul Kitābut tauḥīd allażī Huwa Ḥaqqullāh ‘alal ‘Abīd, ‘Kitab tentang penjelasan tauḥīd yang merupakan hak Allāh atas hamba-Nya’ atau lebih dikenal luas di masyarakat kita dengan sebutan singkat Kitab Tauḥīd. Kitab ini adalah karya ilmiyah populer dari seorang mujaddid, ulama Ahli tauḥīd, Syaikh Muḥammad At-Tamīmī raḥimahullāh.
Kitab ini ditulis oleh Al-Imām Al-‘Allāmah Al-Mujaddid lid dinillāh, Syaikhul Islam Abu ‘Ali, Muḥammad At-Tamīmī raḥimahullāh. Beliau lahir di daerah Al-‘Uyainah KSA pada tahun 1115 H dan wafat di kota Ad-Dir‘iyyah KSA pada tahun1206 H, dengan umur 91 tahun. Beliau adalah sosok yang tumbuh berkembang di tengah-tengah keluarga yang berilmu, bapaknya adalah ‘Abdul Wahhāb seorang ahli fikih sekaligus seorang hakim pengadilan syar’i. Sedangkan kakeknya adalah ketua ulama Najed dan ahli fatwa (mufti). Sedangkan paman-paman dan anak paman-pamannya adalah orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi di tengah-tengah masyarakatnya. Oleh karenanya, beliau tumbuh berkembang di lingkungan keluarga yang terhormat dengan pendidikan yang ilmiyyah.
Beliau adalah seorang ulama pembaharu Islam (Al-Mujaddid) pada kurun kedua belas hijriyyah. Makna pembaharu Islam adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Ṣāliḥ Al-Fauzan ḥafiẓahullāh berikut. Sesungguhnya pembaharuan (Islam) bermakna menghilangkan dan memerangi (kotoran yang mengotori) ajaran agama (Islam) berupa khurafat, kesyirikan dan kebid‘ahan yang dalilnya tidak Allāh turunkan, serta menjelaskan agama (Islam) yang benar dan keyakinan yang bersih sebagaimana yang diajarkan oleh Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.
Dengan demikian, hakikat dakwah sang penulis Kitab tauḥīd ini bukanlah membawa ajaran baru dari diri beliau sendiri, namun semata-mata yang beliau lakukan adalah mengajak manusia untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni. Beliaupun juga berusaha melaksanakan sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الإِيْمَانَ لَيَخْلَقُ فِيْ جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ، فَاسْأَلُوْا اللَّهَ أَنْ يُجَدِّدَ الإِيْمَانَ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
“Sesungguhnya iman dalam hati salah seorang di antara kalian itu benar-benar bisa usang sebagaimana usangnya pakaian, maka berdoalah kepada Allāh agar memperbaharui iman dalam hati kalian” (HR. Al-Hakim dan dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Berkenaan dengan diri penulis kitab ini, Syaikh Abdur Razzaq ḥafiẓahullāh menyatakan bahwa Syaikh Muḥammad At-Tamīmī adalah sosok yang telah menasehati orang-orang dengan sebesar-besar nasehat dengan menjelaskan tauḥīd (tauḥīd adalah tujuan diciptakan manusia) dan memperingatkan mereka agar tidak menyekutukan Allāh ‘Azza wa Jalla yang merupakan dosa dan larangan paling besar. Beraneka ragam tulisan beliau raḥimahullāh tentang penjelasan tauḥīd dan penetapannya serta memperingatkan orang-orang dari kesyirikan, menyatakan batilnya, menjelaskan bahayanya dan kebatilan syubhat pelakunya. Terkait masalah ini, berbagai karya tulis yang banyak, dalam rangka menasehati dan menjelaskan kepada manusia, sekaligus sebagai uzur (bahwa telah menunaikan kewajiban menegakkan hujjah di hadapan Allāh) dan sebagai peringatan bagi manusia. Dengan demikian, beliau adalah sosok (ulama) penasehat, pengajar, pendidik, pengarah (kebaikan) sekaligus sosok (ulama) yang berpegang teguh dengan Kitābullāh Jalla wa ‘Alā dan Sunnah Rasul-Nya ṣalawātullāh wa salāmuhu ‘alaihi.
[Bersambung]
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Artikel Muslim.or.id
Anda sedang membaca: ” Resensi Kitab Tauhid “, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Resensi Kitab Tauhid (1)
- Resensi Kitab Tauhid (2)
- Resensi Kitab Tauhid (3)
Sumber: https://muslim.or.id/28610-resensi-kitab-tauhid-1.html
DAUROH KITAB TAUHID PEMBEKALAN BAGI CALON KULTUMER RAMADHAN
Bismillah.
Alhamdulillah berikut ini
sebuah rekaman kajian
DAUROH KITAB TAUHID
PEMBEKALAN BAGI CALON KULTUMER RAMADHAN
Bersama : Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA
Masjid Al Furqon
Perum Gama Asri Turi Sleman
Silahkan matikan (Stop) streaming radio di sebelah kanan, agar suara tidak bertabrakan
Sesi 1
Sesi 2
Semoga bermanfaat bagi kita semuanya.
6 Keutamaan Tauhidul Asma Wash shifat
Tak kenal maka tak sayang! Tak kenal maka tak cinta!
Tak mengenal Allah, bagaimana bisa cinta kepada-Nya?
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah,
فكلما كان العلم به أتم كانت محبته أكمل
“Semakin seseorang mengenal Allah ,maka kecintaannya terhadap-Nya semakin sempurna”.
Mengenal Allah dengan belajar Tauhidul Asma` wash Shifat
Sebagaimana telah dijelaskan pada tulisan berjudul “Wahai paranormal, apakah Anda telah mengesakan Allah?” tentang definisi tauhidul asma` wash shifat, maka berikut penjelasan singkat mengenai keutamaan tauhidul asma` wash shifat, yaitu:
- Sebagai tujuan penciptaan makhluk. Tujuan penciptaan makhluk ada dua, yaitu:
- Ma’rifatullah, agar kita mengenal siapa Rabb kita melalui nama dan sifat-Nya. Allah ta’ala berfirman :
{اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا}
”Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (QS.Ath-Thalaaq: 12).
- ‘Ibadatullah, agar kita bisa beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar.Allah ta’ala berfirman,
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.(QS.Adz-Dzaariyaat : 56).
- Ma’rifatullah, agar kita mengenal siapa Rabb kita melalui nama dan sifat-Nya. Allah ta’ala berfirman :
- Rukun Iman yang pertama dan pokok dari seluruh rukun-rukun Iman yang lain. Allah ta’ala berfirman :
{لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ }
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, Kitab-Kitab, dan Nabi-Nabi”. (QS.Al-Baqarah : 177).
- Paling agung, paling utama, dan paling banyak disebut dalam Al-Qur`an. Buktinya hampir setiap ayat Al-Qur`an ditutup dengan penyebutan nama atau sifat Allah.Sebagaimana dinyatakan oleh Penulis Sittu Duror, hal. 34.
- Sebagai asas perbaikan hati dan badan karena kedudukannya membangun pengetahuan tentang Allah dan tauhid dalam Islam seperti kedudukan memperbaiki hati di dalam jasad dikarenakan ma’rifatullah dan tauhid itu letaknya dalam hati, dan memperbaiki serta menyempurnakan keimanan dalam hati. Allah ta’ala berfirman :
{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ}(24)
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
{تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}(25)
pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS.Ibrahim : 24-25).
- Sebagai pokok dari seluruh ilmu yang bermanfaat karena seluruh ilmu itu dasarnya adalah ma’rifatullah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah.
- Sebagai penarik dan pengokoh Arkanu’Ibadah Al-Qolbiyyah (rukun-rukun ibadah hati); mahabbah (cinta); khauf (takut); dan raja` (harapan).
Semoga Allah memudahkan kita mengenal tentang diri-Nya dan menjadikan kita semakin dekat dengan-Nya ,sehingga kelak bisa berjumpa dengan-Nya dan melihat wajah-Nya, amin.
[Diolah dari kitab Fiqhul Asma`il Husna, Syaikh Prof. Dr. Abdur Razzaq Al-Badr hafidzhahullah dan kitab Sittu Duror, Syaikh Ramadhani hafidzhahullah]
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu ‘Ukkasyah
Artikel Muslim.Or.Id
Jadwal Kajian Rutin Setiap Pekan (Untuk Wilayah Jogja dan Sekitarnya) Bersama: Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA.
Jadwal Kajian Rutin Setiap Pekan (Untuk Wilayah Jogja dan Sekitarnya)
Bersama: Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA.
HARI SENIN
1. Kajian Kitab Al-Aqidatu Awwalan Lau Kanu Ya’lamuun
Karya: Syaikh Abu Islam Sholih Bin Thoha
Tempat: Masjid Muhajirin, Jl. Wijaya Kusuma, Perumnas Condongcatur, Depok- Sleman.
Waktu: Ba’da Ashar – 16.30 WIB.
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
2. Kajian Silsilah Yaumul Akhir
Kitab Rujukan: Al Jannah wa An-Nar
Karya Syaikh Dr. Sulaiman Al-Asyqor
Tempat: Masjid Al-Ikhlas Karangbendo, Catur Tunggal, Depok- Sleman
Waktu: Ba’da Maghrib- Isya’
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
HARI SELASA
1. Kajian Kitab Al-Ushul Ats-Tsalatsah
Karya: Syaikh Muhammad At-Tamimi
Tempat: Masjid Al-Kautsar, Kampus 1 IST AKPRIND, Jl. Klisahak No.28, Komp. Balapan, Gondokusuman-Yogyakarya.
Waktu: Ba’da Ashar – 16.30 WIB.
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
2. Kajian (Tematik & Kitab) Bergiliran Masjid-masjid Sekitar Tempel-Sleman
Waktu: Ba’da Isya’- 21.00 WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
HARI RABU
1. Kajian Kitab Al-Bahru Raa’iq
Karya: Dr. Ahmad Farid
Tempat: Masjid Ma’had Jamilurrahman As-Salafy, Wirokerten, Banguntapan-Bantul.
Waktu: Ba’da Subuh – Syuruq
Sifat: GRATIS Untuk Umum (KHUSUS IKHWAN)
2. Kajian Kitab Tauhid
Karya: Syaikh Muhammad At-Tamimi
Tempat: Rumah Kediaman Al-Ustadz Afifi Abdul Wadud,BA.
Waktu: 06.00-07.00 WIB
Sifat: (KHUSUS IKHWAN)
3. Kajian Kitab Tauhid
Karya: Syaikh Muhammad At-Tamimi
Tempat: Masjid Sarbini Kampus 2 UPN VETERAN, Jl. babarsari, Depok-Sleman
Waktu: Ba’da Ashar- 16.30 WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
4. Kajian Kitab Tazkiyyatun Nufus
Karya: Syaikh Dr. Ahmad Farid
Tempat: Masjid Pogung Raya, Pogung Dalangan, Sinduadi, Mlati-Sleman
Waktu: Ba’da Maghrib – Isya’
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
5. Kajian Kitab Fiqih Asmaul Husna (Setiap 2 Pekan Sekali)
Karya: Syaikh Prof. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr
Tempat: Masjid Al-Mukmin,Jl. Kaliurang Km.5,6 Gg. Pandega Karya, Depok-Sleman
Waktu: Ba’da Isya’ – 21.00WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
6. Kajian Kitab Al-Wajibat (Setiap 2 Pekan Sekali)
Karya: Syaikh Abdullah bin Ibrohim Al-Qar’awi
Tempat: Toko Snack As-Salam,
Waktu: Ba’da Isya’ – 21.00WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
HARI KAMIS
1. Kajian Kitab Riyadhus Shalihin
Karya: Imam An-Nawawi
Tempat: Studio Radio Muslim Jogjakarta
Waktu: 10.00-11.00 WIB
Live Streming: Fanspage Radio Muslim Jogjakarta atau di www.radiomuslim.com
2. Kajian Kitab Al-Firqotun Najiyah
Karya: Muhammad bin Jamil Zainu
Tempat: Masjid Al-Mukarromah, Pakuncen, Wirobrajan- Yogyakarta (masuk gang ±20m persis utara Waroeng Steak HOS. Cokromaminoto)
Waktu: Ba’da Ashar – 16.30 WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
3. Kajian Kitab Al-Firqotun Najiyah
Karya: Muhammad bin Jamil Zainu
Tempat: Masjid Miftahul Jannah, Ngetiran, Sariharjo, Ngaglik- Sleman (masuk gang ±300m persis utara Perum Taman Palagan Asri 3)
Waktu: Ba’da Maghrib – Isya’ WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
4. Kajian Tematik Kamis Malam ( Setiap Malam Jum’at Kliwon )
Tempat: Masjid Al-Furqon, Perum Gama Asri, Turi-Sleman
Waktu: Ba’da Maghrib – Isya’
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
5. Kajian Kitab Al- Wajibat (Setiap 2 Pekan Sekali)
Karya: Syaikh Abdullah bin Ibrohim Al-Qar’awi
Tempat: Masjid Al-Iman Godean, Selatan Polsek Godean, Persis sebrang Peum Bumi Mulia,-Sleman
Waktu: 20.00 WIB -21.00 WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
6. Kajian Silsilah Yaumul Akhir (Setiap 2 Pekan Sekali)
Tempat: Rumah Kediaman Dokter Pernodjo Dahlan Spesialis Saraf, Karang Tengah No.76, Nogotirto, Gamping-Sleman
Waktu: 20.00 – 21.00WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
HARI JUMAT
1.Kajian Kitab Fiqih Asmaul Husna
Karya: Syaikh Prof. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr
Tempat: Masjid Al-Mustaqim (Perum Jombor Baru), Sendangadi, Mlati-Sleman
Waktu: Subuh- Syuruq
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
2. Kajian Kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’
Karya: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Tempat: Islamic Center Baitul Muhsinin (ICBM), Tempel- Sleman
Waktu: Ba’da Ashar – 16.30 WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
3. Kajian Kitab Muqowimatu Da’iyatu Najih
Karya: Syaikh Dr. Said Al-Qahthani
Tempat: Masjid Al-Ikhlas Karangbendo, Catur Tunggal, Depok- Sleman
Waktu: Ba’da Maghrib- Isya’
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
4. Kajian Kitab Asyru Qawaid Fil Istiqomah
Karya: Syaikh Prof. Abdurazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr
Tempat: Rumah Kediaman Dokter Fauzy, Jl. Godean Km.4, Perum Naga Asri Permai, (Selatan Banyu Mili Resto) Gamping-Sleman
Waktu: 20.00 – 21.00WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (KHUSUS IKHWAN)
.
HARI SABTU
1. Kajian Kitab Al-Aqidatu Awwalan Lau Kanu Ya’lamuun
Karya: Syaikh Abu Islam Sholih Bin Thoha
Tempat: Masjid Baiturrahman 01 Sukoharjo, Condongcatur, Depok- Sleman.
Waktu: 07.30 – 09.00WIB.
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
2. Kajian Kitab Aqidah Wasithiyah
Karya: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Tempat: Masjid Muthohharoh, Ngebel- Bantul
Waktu: 10.30 – 11.30 WIB.
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
3. Kajian Kitab Masail Jahiliyah (Setiap 2 Pekan Sekali)
Karya: Syaikh Muhammad At-Tamimi
Tempat: Masjid Nurul Amin Sebayu- Sleman
Waktu: Ba’da Ashar – 16.30 WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
4. Kajian Kitab Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar
Karya: Syaikh Abdul Malik bin Mubarok Ramadhan Al-Jazairy
Tempat: Masjid Pogung Raya, Pogung Dalangan, Sinduadi, Mlati-Sleman
Waktu: Ba’da Maghrib – Isya’
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
HARI AHAD
1. Kajian Tematik Lumbung Zakat (Setiap Ahad Pekan Pertama)
Tempat: Gedung Lumbung Zakat, Utara Pasar Tempel-Sleman
Waktu: 06.30-07.30 WIB.
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
2. Kajian Tematik Lempong Lor (Rutin Bulanan)
Tempat: Masjid As-Salam, Lempong Lor, Sariharjo, Ngaglik-Sleman
Waktu: Ba’da Subuh- Syuruq
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
3. Kajian Tematik Pakem (Rutin Bulanan)
Tempat: Masjid Nurul Hikmah, RS Grasia Pakem- Sleman
Waktu: Ba’da Ashar – 16.30 WIB
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
4. Kajian Kitab Masail Jahiliyah
Karya: Syaikh Muhammad At-Tamimi
Tempat: Masjid Nurul Jariyah, Weodmartani, Ngemplak- Sleman
Waktu: Ba’da Maghrib – Ba’da Isya’.
Sifat: Gratis, Terbuka untuk umum (IKHWAN & AKHAWAT)
.
Info: 0821.57.999.000 (WA ONLY)