Apa Hikmahnya? Ada Yang Miskin Dan Ada Yang Kaya

Apa Hikmahnya? Ada Yang Miskin Dan Ada Yang Kaya

Si Anu, kasihan hidupnya, tiap hari harus banting tulang hanya sekedar untuk menutup hutang, padahal shalatnya rajin”

“Lha itu, tetanggaku, boro-boro nutup hutang, malah tiap bulan kesulitan nambah hutang”

“Pak fulan mah, orang yang paling enak hidupnya di komplek sini, pulang pergi dianter sopir pribadi, mana pembantunya di rumahnya lima orang lagi”

“Teman SMA saya sekarang ada yang jadi menteri lho”

Mungkin begitulah kira-kira yang acapkali kita dengar tentang obrolan manusia seputar kaya dan miskin. Adanya orang yang miskin dan kaya adalah perkara yang biasa kita jumpai di sekitar kita. Yakinilah sobat, bahwa setiap perkara yang ditakdirkan oleh Allah di muka bumi ini, pastilah ada hikmah di balik itu semua, kita sadari atau tidak, kita ketahui atau tidak.

Perbuatan Allah berkisar antara karunia dan ihsan dengan keadilan dan hikmah

Yakinilah, bahwa jika Allah menghendaki sesuatu untuk terjadi, pastilah hal itu sudah berdasarkan ilmu, kebijaksanaan dan keadilan-Nya. Perbuatan Allah tidak pernah kosong dari hikmah dan maslahat serta pasti bersih dari dari kezaliman dan kesalahan.

Perbuatan Allah berkisar antara karunia dan ihsan dengan keadilan dan hikmah. Jika Allah memberi, maka memberi dengan karunia dan ihsan-Nya, dan jika mencegah atau memberi cobaan, maka itu dilakukan dengan keadilan-Nya.

Semua perbuatan Allah pasti indah dan terpuji. Tidak ada satupun dari perbuatan-Nya yang tercela dan buruk, dan semua takdir-Nya adalah baik, sempurna dan indah, walaupun peristiwa yang ditakdirkan oleh-Nya (kejadian yang terjadi pada makhluk), ada yang buruk dan tercela.

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن الله جميلٌ يحب الجمال

Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan”. (HR. Muslim).

Seluruh alam semesta ini milik Allah dan semua keputusan pengaturan alam semesta terserah Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana lagi Maha Adil

Allah Ta’ala telah membagi rezeki di antara hamba-hamba-Nya, Dia ‘Azza wa Jalla melapangkan rezeki sebagian manusia dan menyempitkan rezeki sebaian yang lain, hal itu dilakukan untuk suatu hikmah yang sempurna, yang berkonsekuensi pada pujian terhadap-Nya atas seluruh keputusan-Nya.

Seluruh alam semesta ini milik Allah dan semua keputusan pengaturan alam semesta terserah Allah, justru ini menunjukkan Ketuhanan-Nya yang haq.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

Dan Allah melebihkan sebahagian kalian dari sebagian yang lain dalam hal rezeki” (An-Nahl: 71).

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al-‘Ankabuut: 62).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di dalam surat Al-‘Ankabuut ayat 62 di atas,

الحمد لله، الذي خلق العالم العلوي والسفلي، وقام بتدبيرهم ورزقهم، وبسط الرزق على من يشاء، وضيقه على من يشاء، حكمة منه، ولعلمه بما يصلح عباده وما ينبغي لهم

Segala puji hanya bagi Allah, yang telah menciptakan alam atas dan bawah serta mengatur mereka dan memberi rezeki mereka, melapangkan rezeki bagi hamba yang Allah kehendaki dan menyempitkan rezeki hamba yang Allah kehendaki, hal itu merupakan kebijaksanaan dari-Nya dan sesuai dengan ilmu-Nya tentang apa yang bermanfaat dan yang layak bagi hamba-hamba-Nya” (Tafsir As-Sa’di, hal. 746 ).

Al-Allamah Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,

فمنهم الغني والفقير ، وهو العليم بما يصلح كلا منهم ، ومن يستحق الغنى ممن يستحق الفقر

Maka diantara mereka (makhluk) ada yang kaya dan ada pula yang miskin. Dan Dia (Allah) Maha Mengetahui tentang apa yang cocok bagi masing-masing diantara mereka dan Maha Mengetahui siapa saja yang cocok berstatus kaya dan siapa saja yang cocok berstatus miskin” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/165).

Sobat, ingatlah bahwa si miskin dan si kaya, keduanya sama saja di sisi Allah, asal sama-sama bertakwa. Semakin bertakwa seseorang, maka semakin dicintai oleh Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kalian” (Al-Hujuraat:13).

Hikmah adanya si miskin dan si kaya

Banyak sesungguhnya hikmah dari fenomena adanya si miskin dan si kaya, namun berikut ini sebagiannya saja dari hikmah-hikmah tersebut.

1. Agar makhluk mengetahui Kemahaesaan Allah dalam pengaturan mereka (mentauhidkan Allah dalam Rububiyyah-Nya)

Dengan adanya orang yang miskin dan yang kaya, maka seorang hamba terdorong menyakini dengan keyakinan kuat, bahwa hanya Allah lah Sang Pemilik alam semesta ini dan Dia lah satu-satunya Dzat Yang Maha Esa dalam mematikan, mengidupkan, menakdirkan, mengatur alam semesta ini, dan dalam seluruh makna-makna Rububiyyah-Nya.

Rabbul ‘Alamin ‘Azza wa Jalla berfirman,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” (Al-Faatihah).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,

فدل قوله { رَبِّ الْعَالَمِينَ } على انفراده بالخلق والتدبير, والنعم, وكمال غناه, وتمام فقر العالمين إليه, بكل وجه واعتبار.

Maka firman Allah {رَبِّ الْعَالَمِينَ} menunjukkan kepada Keesaan-Nya dalam penciptaan, pengaturan, nikmat, kesempurnaan kekayaan-Nya. Dan menunjukkan kepada kesempurnaan butuhnya seluruh makhluk (alam semesta) kepada-Nya, dari segala sisi dan sudut pandang”(Tafsir As-Sa’di,hal. 27).

Disebabkan Allahlah satu-satunya Sang Pemilik alam semesta ini, maka Allahlah yang mengatur semuanya dan semuanya dibawah kehendak-Nya. Apa saja yang dikehendaki oleh-Nya pasti terlaksana dan pasti kehendak-Nya itu baik dan sempurna.

Rabbul ‘Alamin ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

Dan kalian tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam” (At-Takwiir: 29).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,

أي: فمشيئته نافذة، لا يمكن أن تعارض أو تمانع

Maksudnya kehendak-Nya pastilah terlaksana, tidak mungkin dilawan atau dihalangi” (Tafsir As-Sa’di,hal.1079).

2. Agar si miskin menjadi orang yang sabar dan si kaya menjadi orang yang bersyukur

Allah telah menentukan pembagian rezeki di antara hamba-hamba-Nya, lalu ada yang miskin ada pula yang kaya. Adapun bagi orang yang ditakdirkan miskin, maka di antara hikmahnya, agar hamba yang miskin tersebut merasa senantiasa membutuhkan Allah, sehingga muncullah berbagai macam bentuk peribadatan dari dirinya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin, seperti banyak berdoa, senantiasa bertawakal, mengharap (raja`), dan mendekatkan diri kepada-Nya dan ia pun berkesempatan meraih derajat orang-orang yang bersabar.

Demikian juga bagi orang yang kaya, ia akan mengetahui dan merasakan betapa besarnya nikmat Allah atas dirinya. Sehingga akan terdorong untuk mensyukurinya, karena ia sadar bahwa kekayaan itu adalah ujian, maka ia berusaha jalani ujian itu dengan sebaik-baiknya, sehingga ia menjadi golongan orang-orang yang bersyukur kepada Allah.

Jika demikian sikap keduanya (si miskin dan si kaya tersebut), maka sesungguhnya kekayaan dan kemiskinan itu sama saja bagi seorang muslim, yaitu sama-sama sebagai ujian dari Allah asalkan seseorang sudah sungguh-sungguh berusaha mengambil yang bermanfaat dalam hidupnya sesuai dengan ajaran Allah. Yang membedakan diantara keduanya hanyalah ketakwaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya (HR. Muslim).

Wahai saudaraku yang sedang ditakdirkan miskin, tidakkah Anda ingin menggapai janji Allah berikut ini,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Az-Zumar:10).

Wahai saudaraku yang sedang diuji dengan kekayaan, tidakkah Anda ingin mencontoh sosok figur panutan dalam mensikapi kekayaan, yaitu Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, seperti yang dikisahkan dalam kisah berikut ini,

قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (An-Naml:40).

3. Untuk kemaslahatan agama dan dunia mereka

Allah membagi-bagi rezeki diantara para hamba-Nya agar tegak maslahat agama dan dunia mereka.

Kalau seandainya semua hamba-Nya kaya, tentu banyak di antara mereka yang akan bertindak melampaui batas lagi sewenang-wenang, berupa melakukan kemaksiatan ataupun kekufuran.

Namun, jika semua hamba-Nya dijadikan miskin, akan banyak urusan yang terbengkalai, karena banyak urusan umat ini yang memerlukan harta dalam jumlah yang banyak.

Nah, jika semua orang satu tingkatan dalam masalah rezeki, tentulah akan kesulitan bagi sebagian orang untuk memanfaatkan sebagian orang yang lainnya. Siapa yang akan jadi bawahan dalam perusahaan? Siapa yang akan jadi pembantu dan sopir pribadi? Siapa yang akan jadi direktur, jika semua satu derajat dalam kekayaan?

Jika semua orang sama dalam hal rezeki, dimana akan didapatkan kasih sayang dari si kaya kepada si miskin? Kapan nampak amalan menyambung tali silaturahmi dengan harta?

Rabbul ‘Alamin ‘Azza wa Jalla berfirman,

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا ۗ وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfa’atkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (Az-Zukhruf:32).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,

أي: ليسخر بعضهم بعضا، في الأعمال والحرف والصنائع. فلو تساوى الناس في الغنى، ولم يحتج بعضهم إلى بعض، لتعطلت كثير من مصالحهم ومنافعهم.

Maksudnya agar sebagian mereka dapat memanfa’atkan sebagian yang lain dalam aktivitas,profesi,dan produksi/karya. Kalau seandainya manusia sama dalam kekayaan dan sebagian mereka tidak membutuhkan sebagian yang lain, tentu akan terhambat berbagai maslahat dan urusan mereka yang bermanfa’at(Tafsir As-Sa’di, hal. 908).

Namun, Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui itu telah membagi-bagi rezeki hamba-hamba-Nya. Sehingga manusia tidak sama dalam masalah rezeki. Ada yang kaya dan ada pula yang miskin.

Maka Allah memerintahkan orang yang kaya untuk bersyukur dan berinfak dan memerintahkan orang yang miskin untuk bersabar serta mengharapkan kasih sayang dari Ar-Razzaaq. Oleh karena itu wajib kita ridha Allah sebagai Rabb Sang Pengatur kita,

رضيت بالله ربا و بالإسلام دينا و بمحمد صلى الله عليه و سلم نبيّا

Aku ridho Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai nabiku (yang diutus oleh Allah)” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan oleh Imam Al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

4. Mengingatkan mereka perbedaan kedudukan mereka di Akhirat

Adanya perbedaan keadaan manusia dalam masalah rezeki di dunia, mengingatkan kepada manusia kepada perbedaan nasib mereka di Akhirat. Sebagaimana manusia di dunia ini berbeda-beda nasibnya, ada yang tinggal di istana megah dan menaiki mobil yang mewah, namun adapula yang sangat miskin, tinggal di kolong jembatan, jangankan kendaraan, rumah pun hanya sebatas tenda buatan.

Nah, di akhirat pun nasib mereka juga berbeda-beda, bahkan perbedaannya lebih besar dan lebih mencolok serta lebih lama.

Allah Ta’ala berfirman,

انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya” (Al-Israa’: 21).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan firman Allah di atas,

{ انْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ } في الدنيا بسعة الأرزاق وقلتها، واليسر والعسر والعلم والجهل والعقل والسفه وغير ذلك من الأمور التي فضل الله العباد بعضهم على بعض بها. { وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا } فلا نسبة لنعيم الدنيا ولذاتها إلى الآخرة بوجه من الوجوه. فكم بين من هو في الغرف العاليات واللذات المتنوعات والسرور والخيرات والأفراح ممن هو يتقلب في الجحيم ويعذب بالعذاب الأليم، وقد حل عليه سخط الرب الرحيم وكل من الدارين بين أهلها من التفاوت ما لا يمكن أحدا عده.

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain) di dunia dengan lapang-sedikitnya rezeki , mudah-sulitnya, berilmu-tidaknya, cerdas-bodohnya dan selainnya dari perkara-perkara yang dengan itu Allah lebihkan sebagian hamba-Nya atas sebagian yang lain. Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya maka kenikmatan dunia dan kelezatannya dibandingkan kenikmatan dan kelezatan di Akherat tidak ada apa-apany, dilihat dari sisi manapun. Bagaimana jauhnya perbedaan antara orang yang berada di kamar-kamar yang tinggi dan (merasakan) kelezatan yang beranekaragam,kesenangan, kebaikan dan kegembiraan (penduduk Surga) dengan orang yang terbolak-balik di Neraka Jahim, diadzab dengan adzab yang pedih dan telah merasakan kemurkaan Ar-Rabbuur Rahiim (Tuhan Yang Maha Penyayang)? Dan diantara penghuni masing-masing dari kedua tempat tersebut (baca:diantara penghuni dunia dan Akherat) memiliki perbedaan yang tidak mungkin seorangpun ada yang mampu menghitungnya(Tafsir As-Sa’di, hal.523).

***

Referensi:
  1. Tafsir Ibnu Katsir.
  2. Tafsir As-Sa’di.
  3. Kitab Arzaqul ‘Ibad di : www.AhlalHdeeth.com/vb/showthread.php?p=1911924

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Tips Ibnul Qayyim Dalam Menghadapi Takdir Yang Buruk

Tips Ibnul Qayyim Dalam Menghadapi Takdir Yang Buruk

ibnu qoyyimBukanlah yang dimaksud dengan kata takdir dalam frasa “takdir buruk” pada judul di atas adalah perbuatan Allah menakdirkan suatu peristiwa. Karena Allah Maha Indah, baik dzat, nama, sifat, maupun perbuatan-Nya. Allah Maha Indah ditinjau dari segala sisi. Tidak ada satupun keburukan yang terdapat pada diri Allah. Tidak boleh satupun keburukan disandarkan kepada dzat, nama, sifat, maupun perbuatan-Nya.

Apakah yang Dimaksud dengan Takdir Buruk?

Maksudnya adalah peristiwa pahit yang Allah takdirkan terjadi pada makhluk-Nya. Dalam menjalani kehidupan terkadang seorang mukmin menghadapi takdir yang baik, yaitu peristiwa yang menyenangkan dirinya. Sebagai contoh, seorang menikah, berhasil melakukan kebaikan, dan mendapatkan keuntungan dalam bisnisnya yang halal. Ini adalah takdir baik dan menggembirakan.

Tips Menghadapi Takdir Yang Buruk

Namun, terkadang dalam hidupnya seorang mukmin harus menghadapi takdir yang buruk, misalnya sakit keras, ibunya meninggal, dizalimi temannya, dan disebarkan fitnah buruk tentang dirinya (difitnah) sampai merasa sakit hati. Nah, bagaimana sikap seorang mukmin yang baik?

Tips 1

Di dalam kitab Al-Fawaid, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur

إذا جرى على العبد مقدور يكرهه فله فيه ستّة مشاهد

Jika sebuah takdir yang buruk menimpa seorang hamba, maka ia memiliki enam sikap dan sisi pandang:

الأوّل: مشهد التوحيد، وأن الله هو الذي قدّره وشاءه وخلقه، وما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن

Pertama: Pandangan (kaca mata) Tauhid. Bahwa Allahlah yang menakdirkan, menghendaki dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan  segala sesuatu yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.

Penjelasan:

Seorang mukmin yang di dalam hatinya mengakar kuat keimanan terhadap Rabbnya akan memandang segala sesuatu dengan kaca mata iman dan tauhid, terlepas apapun yang dihadapi dan dialaminya. Hatinya meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi, pastilah Allah yang menghendakinya terjadi dan Dialah yang menakdirkannya, baik peristiwa tersebut sebuah kebaikan ataupun keburukan. Namun setiap yang Allah takdirkan terjadi, pastilah ada hikmahnya, baik kita ketahui atau tidak.

Oleh karena itu, ketika mendapatkan musibah, Anda dizalimi orang lain atau difitnah misalnya, maka pandanglah peristiwa itu dengan kacamata iman, Allahlah yang menakdirkan musibah ini menimpa diri saya, Allahlah yang memilih saya untuk menjadi orang yang tertimpa musibah ini ,

Allah lah yang memilih saya menjadi korban fitnah ini. Radhiitu billahi Rabbaa, saya ridha Allah menjadi Rabbku dan Sang Pengaturku. Saya tidak akan memprotes takdir-Nya. Karena setiap hari seorang hamba berpeluang tertimpa musibah, maka pantaslah prinsip hidup yang seperti ini dalam Islam disyari’atkan untuk diwujudkan dalam ucapan dzikir pagi dan sore, bahkan disyari’atkan untuk diucapkan 3 kali,

رضيت بالله رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد صلى الله عليه و سلم نبيا

“Aku rela Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku dan Nabi Muhammad shalllallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabiku” (HR. Ahmad dan yang lainnya, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi).

Dengan demikian, setiap kali seorang hamba tertimpa musibah, ia menghadapinya dengan lapang dada dan menggantungkan harapan hatinya semata-mata kepada Sang Pengaturnya agar ia  mendapatkan jalan keluar dan mampu bersabar dalam menghadapinya dengan mengharapkan pahala dari-Nya.

Tips 2

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah melanjutkan

الثاني: مشهد العدل، وأنه ماض فيه حكمه، عدل فيه قضاؤه

Kedua: Kacamata keadilan. Bahwa dalam kejadian tersebut berlaku hukum-Nya dan adil ketentuan takdir-Nya.

Penjelasan

Setiap peristiwa yang ditakdirkan terjadi pada diri seorang hamba pastilah Allah selalu adil dan tidak pernah zalim kepadanya, karena Allah menentukan takdir bagi seorang hamba selalu sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya dan sesuai dengan ilmu-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِᄉ

“Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya” (Fushshilat:46).

Bukankah setiap musibah yang ditakdirkan menimpa kita karena akibat dosa kita?

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian)” (Asy-Syuuraa: 30).

Tips 3

Kemudian Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:

الثالث: مشهد الرحمة،وأن رحمته في هذا المقدور غالبة لغضبه وانتقامه، ورحمته حشوه

Ketiga: Kacamata kasih sayang. Bahwa rahmat-Nya dalam peristiwa pahit tersebut mengalahkan kemurkaan dan siksaan-Nya yang keras, serta rahmat-Nya memenuhinya.

Penjelasan:

Tidaklah Allah menakdirkan atas diri seorang mukmin sebuah peristiwa yang pahit, kecuali didasari kasih sayang-Nya kepada hamba tersebut. Dan kasih sayang-Nya mengalahkan murka-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu” (Al-A’raaf:156).

Dalam sebuah Hadits Qudsi, Allah berfirman,

إن رحمتي سبقت غضبي

Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku” (HR. Bukhari dan Muslim) .

 Tips 4

Selanjutnya, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur

الرابع: مشهد الحكمة، وأن حكمته سبحانه اقتضت ذلك، لم يقدّره سدى ولا قضاه عبثا

Keempat: Kacamata hikmah. Hikmah-Nya Subhanahu menuntut menakdirkan kejadian itu, tidaklah Dia menakdirkan begitu saja tanpa tujuan dan tidaklah pula Dia memutuskan suatu ketentuan takdir dengan tanpa hikmah.

Penjelasan:

Hikmah pentakdiran pastilah ada. Namun hikmah tersebut terkadang kita tahu, namun terkadang pula kita tidak tahu. Namun, ketidaktahuan kita terhadap suatu hikmah dari kejadian tertentu , tidaklah menghalangi kita berbaik sangka kepada Allah Ta’ala. Bahwa dengan hikmah Allah, Allah memutuskan suatu takdir. Jadi, kita meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Bijaksana dalam menetapkan takdir-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mukminuun: 115).

Allah Ta’ala juga berfirman,

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (Al-Qiyaamah: 36).

Tips 5

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur:

الخامس: مشهد الحمد، وأن له سبحانه الحمد التام على ذلك من جميع وجوهه

Kelima: Kacamata pujian. Bahwa Dia Subhanahu terpuji dengan pujian sempurna atas penakdiran kejadian tersebut, dari segala sisi.

Penjelasan:

Allah terpuji dari segala sisi, terpuji dzat, nama, sifat maupun perbuatan-Nya, termasuk terpuji saat menakdirkan suatu takdir yang pahit, karena semua itu berdasarkan ilmu dan tuntutan hikmah-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ ۚ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Do’a mereka di dalamnya ialah subhanakallahumma dan salam penghormatan mereka ialah salam. Dan penutup doa mereka ialah segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.” (Yuunus: 10).

Tips 6

Terakhir, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah Menjelaskan

السادس: مشهد العبوديّة، وأنه عبد محض من كل وجه تجري عليه أحكام سيّده وأقضيته بحكم كونه ملكه وعبده، فيصرفه تحت أحكامه القدريّة كما يصرفه تحت أحكامه الدينيّة, فهو محل لجريان هذه الأحكام عليه

Keenam: Kacamata peribadatan. Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekedar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdir-Nya atasnya sebagai milik dan hamba-Nya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdir-Nya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’i-Nya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.

Penjelasan:

Sebagai seorang mukmin yang meyakini bahwa ia hanyalah milik Allah dan hamba-Nya, maka ia sadar dan mengakui kepemilikan Allah atas dirinya sehingga Dia berhak mengaturnya dengan bentuk pengaturan bagaimanapun juga, semua terserah Dia, Sang Pemilik alam semesta, maka ia ridha dengan pengaturan Rabbnya tersebut dan benar-benar menghamba kepada-Nya saja.

Seorang mukmin juga sadar bahwa dalam keadaan bagaimanapun juga, sebagai seorang hamba, ia tetap tertuntut untuk mempersembahkan peribadatan dan penghambaan kepada Sang Pemiliknya, yaitu Allah ‘Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam keadaan senang dan lapang, ada tuntutan peribadatan atasnya, maka begitu juga dalam keadaan susah dan tertimpa musibah, ada tuntutan peribadatan atasnya pula. Ia adalah hamba Allah, baik dalam keadaan sedih maupun senang.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَٰنِ عَبْدًا

Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba” (Maryam: 93).

Allah Ta’ala berfirman,

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan” (Al-Furqaan: 63).

Semoga bermanfa’at.

***

Referensi:
  1. Fawaidul Fawaid , Imam Ibnul Qoyyim, ta’liq: Syaikh Ali Hasan.
  2. Madarijus Salikin, Imam Ibnul Qoyyim.

 

Penulis: Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Sumber: https://muslim.or.id/24546-tips-ibnul-qayyim-dalam-menghadapi-takdir-yang-buruk.html

Dosa Syirik Kecil Lebih Besar Dari Dosa-Dosa Besar?  Benarkah ?

Dosa Syirik Kecil Lebih Besar Dari Dosa-Dosa Besar? Benarkah ?

syirik dosa besarBismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Mungkin Anda pernah mendapati fenomena ini

Banyak orang yang ketika mendengar pejabat jujur tersebut tersandung kasus selingkuh (baca: zina), merasa kaget, lho ternyata! Banyak orang yang ketika melihat guru ngaji memperkosa anak didiknya, terkejut dan naik pitam, keterlaluan! Banyak orang yang ketika mendengar berita pembunuhan sadis, mencincang korbannya, memekik keras sadis! Jika ditinjau dari sisi bahwa hal itu adalah gambaran dari kebencian terhadap sebuah kemaksiatan, memang ini adalah sikap yang benar dan sebuah tuntutan keimanan.

Namun, seberapa banyak kah di antara manusia yang menampakkan kebencian yang sangat terhadap sebuah kemaksiatan yang nampaknya hanya sebatas tidak beradabnya lisan, tidak etis, atau melanggar tatakrama ucapan, padahal hakikatnya merupakan bentuk dosa yang secara kelas bukan hanya termasuk kedalam golongan dosa besar, namun juga termasuk ke dalam kesyirikan kecil?

Seberapa banyak orang yang merasa demikian takutnya untuk mengatakan Ini semua atas kehendak Allah dan kehendak Anda atau Jika bukan karena Allah dan Anda,tentulah kami tadi tertabrak mobil atau saya bersumpah demi negriku atau demi cintaku padamu? Berapakah jumlah orang yang merasa demikian keterlaluannya terhadap pelaku dosa-dosa tersebut di atas? Berapa banyakkah orang yang merasa demikian keji dirinya, ketika mengharapkan pujian manusia dalam melakukan suatu ibadah? Padahal, semua contoh di atas adalah dosa-dosa yang merupakan kategori syirik kecil.

Penjelasan Mengenai Syirik Kecil

Telah dinukilkan dari sekelompok dari Salafus Shalih bahwa mereka menyatakan sesungguhnya syirik kecil lebih besar dosanya dari dosa besar, mereka berdalil dengan

  1. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

    إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ ؟ قَالَ : الرِّيَاءُ ، إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ يَوْمَ تُجَازَى الْعِبَادُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ بِأَعْمَالِكُمْ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً

    Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Mereka (para Sahabat) bertanya: Apakah syirik kecil itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab, ‘Riya`.’ Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘pada hari dibalas para hamba sesuai dengan amal mereka pergilah kepada orang-orang yang kalian memamerkan amalan kalian kepada mereka sewaktu di dunia, lalu lihatlah apakah kalian bisa mendapatkan pahala dari mereka’(HR. Imam Ahmad (27742), dishahihkan Al-Albani).

  2. Mereka berhujjah dengan ucapan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu

    ( لأن أحلف بالله كاذبًا أحب إلي من أحلف بغيره وأنا صادق ) .

    Sungguh saya bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta lebih aku sukai daripada bersumpah dengan menyebut nama selain Allah meskipun saya jujur”. (Dikeluarkan oleh Al-Mundziri dalam At-Tarhib wat Targhib: 4/58, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani).

Sisi alasannya
  1. Bahwa bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta itu adalah dosa besar, sedangkan bersumpah dengan menyebut nama selain Allah meskipun jujur itu syirik kecil.
    Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menilai bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta itu masih lebih mending daripada bersumpah dengan menyebut nama selain Allah meskipun jujur, hal ini menunjukkan bahwa syirik kecil lebih besar dosanya dari dosa besar.
  2. Bersumpah dengan menyebut nama Allah itu adalah tauhid, sedangkan bersumpah dengan menyebut nama selain Allah itu adalah syirik. Adapun kejujuran dalam bersumpah dengan menyebut nama selain Allah itu tidaklah sebanding dengan kebaikan tauhid. Demikian pula keburukan dusta itu lebih mending daripada keburukan syirik.
Catatan:

Bukanlah maksud Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu menyepelekan dosa besar, namun beliau hendak menjelaskan tingkat kebesaran dosa syirik kecil.

Syirik Kecil Lebih Besar Dosanya dari Dosa Besar

Syaikh Muhammad Shaleh Al-Munajjid hafizhahullah berkata, Adapun syirik kecil, maka walaupun termasuk ke dalam kelompok dosa besar secara global, namun ditinjau dari sisi jenisnya -dan bukan ditinjau dari masing-masing dosa syirik kecil- lebih parah dari jenis perbuatan dosa-dosa besar tanpa diiringi keyakinan (yang salah)”.

Dalam perkataannya selanjutnya -setelah beliau menyebutkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu di atas- mengatakan,

“Terkadang ucapan seperti ini (ucapan Ibnu Mas’ud-pent) dimaksudkan untuk menunjukkan lebih beratnya dosa syirik kecil khusus yang satu ini -yaitu bersumpah dengan menyebut nama selain Allah- dibandingkan dengan dosa khusus yang disebutkan bersamanya, yaitu bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta, jadi bukan berarti hal itu menunjukkan setiap bentuk dosa syirik kecil pasti lebih buruk dari setiap bentuk dosa besar. Namun yang tepat, sebagaimana yang telah kami katakan bahwa hal ini ditinjau dari sisi keumuman dan jenis, bukanlah ditinjau dari sisi satu persatu bentuk dosa. Karena diantara dosa-dosa besar yang memang sangat buruk, ada yang lebih parah dari sebagian dosa-dosa syirik kecil”.

Syaikh Abdur Rahman Al-Baraak hafizhahullah ketika ditanya apakah syirik kecil lebih besar (dosanya) daripada dosa besar dan apakah ini berlaku secara mutlak? Maka di antara jawaban beliau adalah, “Juga demikian, yang nampak (dipandanganku) tentang ucapan Salafus Sholeh bahwa syirik kecil lebih besar dosanya dari pada dosa besar, maksudnya adalah dosa yang sejenis, seperti contohnya: bersumpah dengan menyebut nama selain Allah (meskipun jujur) lebih parah daripada bersumpah dengan menyebut nama Allah namun dusta, sebagaimana riwayat Ibnu Mas’ud.

Jadi, jenis dosa syirik lebih parah dari jenis dosa besar, dan hal itu bukanlah berarti setiap bentuk dosa syirik kecil lebih parah daripada setiap bentuk dosa besar, karena diantara dosa-dosa besar ada yang diperingatkan keras dan diancam dengan ancaman yang keras, yang mana peringatan dan ancaman sekeras itu tidaklah didapatkan pada sebagian bentuk syirik kecil”. Wallahu a’lam

(Diolah dari Islamqa.info/ar/188050).

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Sumber: https://muslim.or.id/24448-benarkah-dosa-syirik-kecil-lebih-besar-dari-dosa-dosa-besar.html

Tokoh-Tokoh Pembuka Pintu Kebaikan  Adalah  Para Da’i Sunnah

Tokoh-Tokoh Pembuka Pintu Kebaikan Adalah Para Da’i Sunnah

daiSesungguhnya setiap muslim adalah sosok insan yang semangat meraih kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan dirinya di dunia dan akhirat. Tidak mungkin hal di atas bisa terwujud dengan sempurna kecuali jika seorang muslim bercita-cita menjadi miftahul khair, kunci pembuka kebaikan bagi diri, keluarga, masyarakat, dan negaranya. Adapun orang yang keberadaannya tidak bermanfaat bagi dirinya, bahkan membahayakannya, merusak keluarga, dan menjadi beban buruk bagi masyarakat dan negaranya, tentulah hal ini jauh dari profil kehidupan seorang muslim yang bertakwa.

Sudah sewajarnya seorang muslim dengan keimanan kepada Rabbnya, bercita-cita menjadi  miftahul khair, bukan miftahusy syarr, menjadi kunci pembuka pintu kebaikan, bukan menjadi  kunci pembuka pintu keburukan, mengapa demikian? Singkat saja jawabannya  “Ia ingin masuk Surga berjumpa dengan Rabbnya, tidak ingin masuk Neraka mendapatkan murka dan siksa Rabbnya”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ ، وَإِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ ، وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ

Sesungguhnya diantara manusia ada yang menjadi kunci-kunci pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan, namun, di antara mereka ada juga yang menjadi kunci-kunci pembuka pintu keburukan dan penutup pintu kebaikan. Maka kehidupan baiklah bagi orang-orang yang Allah jadikan kunci kebaikan ada pada kedua tangannya. Dan celakalah bagi orang-orang yang Allah jadikan kunci keburukan ada pada kedua tangannya” (HR Ibnu Majah: 237, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah:194) [1].

Para Da’i Sunnah adalah “aset negara” ini, maka muliakan mereka

Ketahuilah, tokoh utama yang berada di barisan terdepan pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan adalah para da’i yang mengajak kepada sunnah (Al-Qur`an dan Al-Hadits dengan manhaj salaf), mereka Aimmatul Huda (tokoh pemberi petunjuk), pembela agama Islam, pembawa ilmu yang bermanfaat, mengajarkannya kepada manusia dan memberi contoh mereka bagaimana mengamalkannya. Mereka mengajak manusia menuju kepada Allah, menyembah-Nya saja, tidak menyekutukan-Nya hingga berjumpa dengan-Nya dan melihat wajah-Nya di Surga. Mereka mengajak manusia keluar dari kegelapan kepada cahaya, keluar dari kegelapan syirik menuju kepada cahaya tauhid, keluar dari kegelapan bid’ah menuju kepada cahaya sunnah, keluar dari kegelapan maksiat menuju kepada cahaya ketaatan, keluar dari kegelapan kebodohan menuju kepada cahaya ilmu, keluar dari kegelapan akhlak yang buruk menuju kepada cahaya akhlak yang baik, Mereka mencontoh panutannya, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman tentang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (QS. Ibrahim: 1).

Merekalah termasuk yang paling layak disebut sebagai miftahul khair, bahkan mereka tokoh-tokohnya yang berada di barisan terdepan. Mereka pilar negri ini, ujung tombak pencerdas bangsa, pahlawan tanpa tanda jasa. Tahukah Anda, sesungguhnya mereka itu PNS (Pahlawan Negri Sejati) walaupun tidak berstatus PNS (Pegawai Negri Sipil)?

Syaikh Ibnu Sa’di rahimahullah menjelaskan sifat-sifat pembuka pintu-pintu kebaikan, “Di antara sifat-sifat pembuka pintu-pintu kebaikan terpenting adalah mengajarkan ilmu yang bermanfaat dan menyebarkannya karena hal itu adalah kunci semua kebaikan. Di antaranya pula amar ma’ruf nahi mungkar dengan lemah lembut, halus, sabar mengendalikan diri dan bijak. Demikian pula seseorang memberi contoh yang baik dan merintis amal baik lalu diikuti manusia -setiap orang yang memberi contoh amal yang baik lalu manusia mengikutinya- maka ia mendapatkan pahalanya ditambah dengan pahala orang yang mengamalkannya, sedangkan pahala mereka tidak dikurangi sedikitpun, sebagaimana orang yang memberi contoh keburukan, maka iapun mendapatkan dosanya ditambah dengan dosa orang yang melakukannya sampai hari Kiamat.

Di antaranya pula memberi nasihat yang bermanfaat dalam urusan agama maupun dunia karena sesungguhnya para penasihat adalah pembuka pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan. Selayaknyalah seorang hamba ketika bergaul, berinteraksi, dan bermu’amalah dengan masyarakat, menggunakan kesempatan untuk mengarahkan mereka agar menyibukkan diri dengan kebaikan, agar setiap perkumpulannya tidak kosong dari faedah atau tidak kosong dari meringankan keburukan dan menolaknya sesuai dengan kemampuan. Berapa banyak kebaikan-kebaikan dan pahala didapatkan oleh orang yang diberi taufik Allah dan berapa banyak berhasil tertolak keburukan-keburukan lewat perantaraannya.

Kunci untuk bisa memiliki sifat-sifat baik di atas adalah semangatnya seorang hamba dalam kebaikan dan dalam berbagi manfaat kepada manusia. Maka selama semangat dalam kebaikan terbayang-bayang di kedua matanya, diiringi dengan tekad kuat berbuat baik semaksimal mungkin, iapun memohon pertolongan kepada Allah dalam hal itu, dan melakukan sesuatu dengan cara yang benar serta sesuai kondisi, maka ia senantiasa melakukan kebaikan dan meraih pahala”.

Beliau rahimahullah juga menjelaskan tentang sifat-sifat orang-orang yang berstatus mejadi kunci pembuka pintu keburukan dan penutup pintu kebaikan, “Kebalikan (sifat-sifat yang baik di atas)  adalah tidak adanya keinginan seseorang dalam kebaikan, sehingga terluput kebaikan yang banyak (darinya). Jika sifat tersebut masih ditambah dengan enggan menasihati manusia, tidak memiliki keinginan bisa manfaat bagi manusia dalam berbagai hal, bahkan barangkali berniat buruk, yaitu membahayakan dan menipu mereka untuk tujuan pribadi atau aqidah yang rusak, maka berarti ia telah melakukan sebab yang terbesar untuk mendapatkan bahaya dan menghindarkan diri dari mendapatkan kebaikan-kebaikan. Orang yang seperti inilah yang cocok disebut sebagai kunci pembuka pintu keburukan dan penutup pintu kebaikan. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa dan keburukan amal kita”.(Ar-Riyadhun Nadhirah : 512-513, dinukil dari:http://aloloom.net/vb/showthread.php?t=14592).

Jelas bukan? Bahwa Para da’i sunnah adalah tokoh-tokoh pembuka pintu kebaikan dan jauh dari sifat-sifat pembuka pintu keburukan. Oleh karena itu mereka hakikatnya adalah aset negara yang perlu dijaga, negara diuntungkan dengan kiprah mereka, negara jadi maju, makmur, dan jaya karena masyarakat bertakwa lewat perjuangan dakwah mereka, biidznillah. Allah Ta’ala mengingatkan kita,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al-A’raaf: 96).

Selamat berjuang wahai pahlawan tanpa tanda jasa. Kami mendukung dan menjagamu.

Catatan Kaki

[1] (http://al-badr.net/detail/Q9N0aydb71)

 

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Sumber: https://muslim.or.id/24158-para-dai-sunnah-adalah-tokoh-tokoh-pembuka-pintu-kebaikan.html

Tujuh Perbedaan Syirik Besar Dan Syirik Kecil

Tujuh Perbedaan Syirik Besar Dan Syirik Kecil

perbedaan syirik besar dan syirik kecil

Mengetahui sesuatu melalui lawannya

Sya’ir mengatakan :

و بضدها تتبين الأشياء

Dengan mengetahui kebalikannya, akan nampak jelas hakekat suatu perkara”.

Jika Anda ingin tahu panasnya api, maka rasakan dinginnya air, jika Anda ingin tahu enaknya penerangan sinar lampu, maka kenalilah gelapnya malam. Ya! Dengan mengetahui kebalikannya, akan nampak jelas hakikat suatu perkara.

Maka Anda tidaklah dikatakan paham tauhid dengan baik, kecuali jika Anda bisa menjelaskan apa itu syirik, karena syirik itu lawan dari tauhid. Begitu pula, tidaklah Anda bisa merasakan nikmatnya bertauhid dengan sempurna, kecuali jika Anda telah mengetahui bahayanya syirik.

Definisi Syirik Secara Bahasa

جاء في (معجم مقاييس اللغة) لابن فارس: (مادة الشرك المكونة من حرف الشين والراء والكاف أصلان:
أحدهما: يدل على مقارنة وخلاف انفراد

Dalam Mu’jam Maqayisul Lughah Ibnu Faris disebutkan bahwa, Kata syirik (الشرك) yang tersusun dari huruf syin (ش), ra` (ر) dan kaf (ك) memiliki dua makna pokok, salah satunya adalah menunjukkan keikutsertaan dan lawan dari sendirian

Definisi Syirik Secara Istilah

Syirik Besar

مساواة غير الله بالله فيما هو من خصائص الله

Menyamakan selain Allah dengan Allah dalam perkara yang menjadi kekhususan-Nya (dalam rububiyyah, uluhiyyah, dan al-asma` was shifat)

أن يَجْعَلَ العبد لله ندا في ربوبيته، أوألوهيته،أوأسمائه وصفاته

“Seseorang mengambil sekutu bagi Allah dalam rububiyyah, uluhiyyah, atau nama dan sifat-Nya”

Definisi di atas berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu ketika bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dosa apakah yang paling besar, kemudian beliau  shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أن تجعل لله ندا وهو خلقك

“Engkau mengambil sekutu bagi Allah padahal Dia menciptakanmu” (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim).

Syirik besar ini mengeluarkan pelakunya dari Islam. Dinamakan besar karena adanya syirik yang di bawahnya, yang tingkat keburukannya tidak sampai sepertinya, yaitu syirik kecil.

Syirik Kecil

فكل ما نهى عنه الشرع مما هو ذريعة إلى الشرك الأكبر ووسيلة للوقوع فيه، وجاء في النصوص تسميته شركا

“Segala hal yang dilarang dalam syari’at sedangkan dalam nash disebut dengan nama syirik, dan menjadi sarana menghantarkan kepada kesyirikan besar”.

Syirik ini dinamakan kecil karena adanya syirik yang di atasnya, yang tingkat keburukannya lebih besar darinya. Syirik kecil ini tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam karena tidak sampai ada unsur menyamakan selain Allah dengan Allah dalam perkara yang menjadi kekhususan-Nya (dalam rububiyyah, uluhiyyah dan al-asma` was shifat).

Contoh:

Bersumpah dengan nama selain Allah dikatakan syirik kecil karena ada dalam dalil penyebutan nama syirik untuknya,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من حلف بغير الله فقد كفر او اشرك

“Barangsiapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, berarti telah menyekutukan Allah” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabi. Juga dishahihkan Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil). Di samping itu sebagai sarana untuk mengagungkan selain Allah sebagaimana Allah. Riya` yang sedikit dalam beribadah dikatakan syirik kecil karena ada dalam dalil penyebutan nama syirik untuknya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ . قَالُوا : وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : الرِّيَاءُ

“Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Mereka (para Sahabat) bertanya : Apakah syirik kecil itu,ya Rasulullah?. Beliau menjawab : Riya`” (HR. Imam Ahmad,dishahihkan Al-Albani).  Sebagai sarana untuk sampai kepada syirik besar, yaitu sama sekali tidak mau beramal shalih kecuali jika nantinya dipuji.

Perbedaan syirik besar dan syirik kecil

Perbedaan syirik besar dan kecil dapat terlihat dari beberapa tinjauan, yaitu:

1. Diampuni atau tidaknya

Pelaku syirik besar tidak diampuni oleh Allah, kecuali jika bertaubat. Adapun syirik kecil diperselisihkan ulama jika pelakunya mati tidak bertaubat. Jumhur ulama berpendapat bahwa pelakunya tergantung kehendak Allah, sedangkan sebagian ulama yang lain berpendapat pelakunya tidak diampuni, maka pasti diadzab, namun tidak kekal di neraka.

2. Menggugurkan amal atau tidaknya

Syirik besar mengugurkan seluruh amal sholeh pelakunya, sedangkan syirik kecil hanya menggugurkan amal yang menyertainya.

3. Mengeluarkan dari Islam atau tidaknya

Syirik besar mengeluarkan pelakunya dari Islam, sedangkan syirik kecil tidak.

4. Kekal di Neraka atau tidaknya

Pelaku syirik besar jika mati tidak taubat kekal selamanya di Neraka, sedangkan syirik kecil tidak.

5. Status dosanya

Syirik besar termasuk pembatal keislaman (kekafiran), sedangkan syirik kecil -secara jenis dan secara umum- termasuk dosa besar yang terbesar sesudah syirik besar.

6. Status kehalalan darah dan harta pelakunya

Syirik besar menyebabkan halalnya darah dan harta pelakunya, sedangkan syirik kecil pelakunya dihukumi muslim namun imannya tidak sempurna dan disebut fasik (pelaku dosa besar).

7. Sikap Muslim terhadap pelakunya

Pelaku syirik besar karena keluar dari Islam, maka jika masih hidup, disikapi dengan tidak boleh dimakan sembelihannya, dihukum dengan bunuh, dan eksekusinya ditangani pemerintah muslim, hanya saja diminta bertaubat terlebih dahulu, jika bertaubat, diterima taubatnya dan tidak dibunuh, serta disikapi sebagai seorang muslim. Namun jika pelaku syirik besar tersebut mati dan tidak bertaubat, maka tidak dishalati, tidak boleh dikuburkan di pemakaman kaum muslimin dan hartanya tidak diwariskan, tapi untuk Baitul Mal.

Sedangkan pelaku syirik kecil, baik ketika masih hidup maupun sudah mati disikapi sebagai seorang muslim, seperti ahli warisnya berhak mewarisi hartanya, sembelihannya halal, dishalati jika meninggal dan dimakamkan di pemakaman kaum muslimin, tidak kekal selamanya di neraka

Persamaan antara syirik besar dan syirik kecil

1. Jenis dosa

Sama-sama dosa terbesar di antara dosa-dosa besar dan sama-sama disebut dalam kelompok dosa syirik.

2. Terancam siksa

Karena sama-sama berdosa pelaku keduanya.

Wallahu a’lam.

 

Referensi :

  1. At-Tanbihatul Mukhtasharah, Ibrahim Al-Khuraishi.
  2. Taisiir ‘Aziizil Hamiid, Syaikh Sulaiman bin Abdillah.
  3. Islamqa.info/ar/121553
  4. Islamqa.info/ar/155507
  5. http://www.saaid.net/Doat/ahdal/0007.htm
  6. Al-Madkhal Lidirasatil ‘Aqidail Islamiyyah, Dr. Ibrahim bin Muhammad

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Sumber: https://muslim.or.id/24316-tujuh-perbedaan-syirik-besar-dan-syirik-kecil.html

Keluar Dari Kegelapan Dunia Hitam, Mau?

Keluar Dari Kegelapan Dunia Hitam, Mau?

Bismillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Apakah Anda termasuk  yang memiliki catatan kelam berikut ini:dunia hitam

Pernah akrab dengan dunia perdukunan dan ingin bertaubat?

Getol dengan bid’ah dan ingin berhenti total?

Ikut aliran sesat dan ingin bermanhaj yang haq?

Pernah berzina dan ingin keluar darinya?

Sering durhaka dengan orangtua dan kini menyesal, ingin berbakti kepadanya?

Memiliki kebiasaan mencuri dan ingin berubah?

Berkarakter pemarah dan ingin menjadi penyabar?

Awam tentang agama ini dan ingin berilmu?

 

Siapapun kita dan apapun status sosial kita, pastilah memiliki kekurangan atau kelemahan. Seorang muslim yang baik, tentu ingin berubah menjadi lebih baik. Hari ini lebih baik dari kemarin, hari esok lebih lebih baik dari hari ini.

Solusi dari setiap problematika kehidupan

Apapun bentuk kehidupan yang ada, baik kehidupan individu, keluarga, masyarakat maupun kehidupan bernegara pastilah memiliki problematika kehidupan dan butuh solusi yang terbaik. Bagaimana solusinya? Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (An-Nahl:89).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ibnu Mas’ud mengatakan, ‘Telah dijelaskan kepada kita di dalam Alquran ini seluruh ilmu dan segala perkara’”.

Mujahid berkata, Seluruh halal dan haram. (Berkata Ibnu Katsir) ucapan Ibnu Mas’ud lebih umum dan lebih luas cakupannya karena sesungguhnya Al-Quran mencakup seluruh ilmu yang bermanfaat berupa berita yang telah berlalu, ilmu yang akan datang, dan hukum seluruh perkara yang halal dan yang haram, serta segala hal yang dibutuhkan manusia dalam urusan dunia dan agama mereka, maupun kehidupan dan akherat mereka(Tafsir Ibnu Katsir : 3/224).

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjelaskan bahwa petunjuk Alquran adalah petunjuk yang paling lurus dan paling sempurna,

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (QS. Al-Israa`:9).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata, Yaitu paling lurus dan paling tinggi, baik dalam aqidah, amal maupun akhlak, maka barangsiapa yang mengambil petunjuk dari sesuatu yang diserukan Al-Quran, niscaya ia menjadi manusia yang paling sempurna, paling lurus dan paling mendapatkan hidayah dalam seluruh perkara(Tafsir As-Sa’di, hal. 521).

Jadi apapun masalah Anda, pelajari Al-Quran dan terapkanlah. Kegelapan apapun yang menimpa seseorang, pasti di dalam Al-Quran ada solusinya.

Perhatikanlah fiman Allah berikut ini,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (QS. Ibrahim:1).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan,Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan kitab-Nya kepada Rasul-Nya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberi manfaat kepada makhluk, mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan, kekufuran, akhlak yang buruk, dan berbagai macam kemaksiatan kepada cahaya ilmu, iman dan akhlak yang baik. Firman Allah :{بِإِذْنِ رَبِّهِمْ }, yang artinya, “dengan izin Tuhan mereka”, maksudnya tidaklah mereka mendapatkan tujuan yang dicintai oleh Allah melainkan dengan kehendak dan pertolongan dari Allah, maka di sini terdapat dorongan bagi hamba untuk memohon pertolongan kepada Tuhan mereka.

Kemudian Allah menjelaskan tentang cahaya yang ditunjukkan kepada mereka dalam Al-Quran dengan berfirman  {إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ} yang artinya,“(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”, maksudnya yang mengantarkan kepada-Nya dan kepada tempat yang dimuliakan-Nya yang mencakup atas ilmu yang haq dan pengamalannya. Dalam penyebutan { العزيز الحميد} setelah penyebutan jalan yang mengantarkan kepada-Nya terdapat isyarat kepada orang yang menitinya, bahwa ia adalah orang yang mulia dengan pengaruh kemuliaan Allah, lagi kuat walaupun tidak ada penolong kecuali Allah. Dan terpuji dalam urusan-urusannya lagi memperoleh akibat yang baik” (Tafsir As-Sa’di, hal.478).

Catatan :

Bahwa mengambil petunjuk Al-Quran sebagai solusi bukan berarti meninggalkan As-Sunnah, bahkan justru terkandung di dalam makna mengambil petunjuk Al-Quran adalah mengambil petunjuk As-Sunnah karena di dalam Al-Quran, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk taat kepada Rasul-Nya.

Allah Ta’ala berfirman :

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al-Hasyr: 7).

Kesimpulan

Jadi jika Anda ingin :

keluar dari kegelapan syirik menuju kepada cahaya tauhid,

keluar dari kegelapan bid’ah menuju kepada cahaya sunnah,

keluar dari kegelapan maksiat menuju kepada cahaya keta’atan,

keluar dari kegelapan kebodohan menuju kepada cahaya ilmu,

keluar dari kegelapan akhlak yang buruk menuju kepada cahaya akhlak yang baik,

maka bacalah Alquran, pahami dan amalkanlah.

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.Or.Id

Sumber: https://muslim.or.id/24198-keluar-dari-kegelapan-dunia-hitam-mau.html

Kesempatan Wakaf Gedung Taman Hafalan Quran – Islamic Center Baitul Muhsinin

Kesempatan Wakaf Gedung Taman Hafalan Quran – Islamic Center Baitul Muhsinin

Kesempatan wakaf Gedung THQKesempatan Wakaf
Gedung Taman Hafalan Quran – Islamic Center Baitul Muhsinin
Bangunan berlantai 2, luas tanah 300m2.
Biaya pembangunan yaitu Rp1.000.000.000,-
Adapun donasi saat ini (Per Januari 2016) telah terkumpul Rp330.000.000,-

====================================
DONASI BISA DITRANSFER KE :
Bank Syariah Mandiri (Kode Bank : 451)
No. Rekening: 7088 8818 87
an. YAYASAN BAITUL MUHSININ MEDARI
Konfirmasi transfer ke No. HP 0896 6650 6667
====================================

 

PROFIL SINGKAT ISLAMIC CENTER BAITUL MUHSININ
Berangkat dari rasa ingin berkhidmat untuk tersebarnya Islam yang Rahmatan Lil Álamin, kerja Islam untuk menggapai Ridho Illahi, menebar manfaat bagi umat demi terwujudnya maslahat dengan meniti jejak para sahabat, lahirlah Islamic Centre Baitul Muhsinin (ICBM) sebuah majelis ilmu yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman Salafus Shaleh (para Sahabat, Tabi’in, Tabiut Tabi’in, dan orang yang mengikuti mereka). Bermanhaj Ahlussunnah wal jammah.
Islamic Centre Baitul Muhsinin di bawah naungan Yayasan Baitul Muhsinin Medari, yang dirintis oleh sekelompok jiwa yang merindukan surga. ICBM terbentuk di dusun Temulawak Triharjo Sleman Yogyakarta pada tanggal 17 Jumadil Tsaniyah 1435H/ 17 April 2014.
Semoga menjadi rumah besar bagi yang ingin berbuat Ihsan dan kebaikan. Hanya kepada ALLAH kita berharap
Adapun tujuan didirikan Islamic Center Baitul Muhsinin adalah untuk menyemarakkan dakwah sunnah di Sleman khususnya & di Yogyakarta pada umumnya.

Visi :
Terwujudnya generasi quráni yang beraqidah lurus, beribadah benar, dan berakhlaq karimah sesuai dengan ajaran Rasulullah Shollallohu álaihi wassalam, menurut pemahaman para sahabat Radhiyallohu ánhum.

Misi :
1. Menyelenggarakan pendidikan Al Qurán
2. Menyelenggarakan kajian islami
3. Mengadakan pelatihan Da’i dan Takmir Masjid
4. Menyelengarakan dakwah melalui media cetak dan elektronik
5. Menjalin silaturahmi Da’i dan Takmir antar masjid
6. Menyelenggarakan kegiatan ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat
7. Menerima dan menyalurkan zakat, infaq, shodaqoh, wakaf dan hibah
8. Memberdayakan peran muslimah dalam medan dakwah

STRUKTUR PENGURUS
YAYASAN ISLAMIC CENTER BAITUL MUHSININ MEDARI

PELINDUNG
1. Camat Sleman
2. Kepala Desa Triharjo
3. Kepala Dusun Temulawak

PEMBINA
1. Ust. Afifi Abdul Wadud, BA
2. Ust. Ahmad Abul Hasan, S.S
3. Ust. Zaid Susanto, Lc

PENASEHAT
1. H. Washim Waskito
2. H. Slamet Raharjo

PENGAWAS
Harits Al Kautsary

KETUA UMUM
H. Yaeri Suhardju, S.Sos

WAKIL KETUA I – Heru Pardiono, S.Sos
WAKIL KETUA II – Haryanta
WAKIL KETUA III – Widodo
WAKIL KETUA IV – Sukisno

SEKRETARIS
Fuad Isnandar, S.H.I

BENDAHARA
H. Andes Setiyarsa
H. Suhadi Prayitno, S.E

RENCANA PROGRAM KEDEPAN
Rencana kedepan Islamic Center Baitul Muhsinin Insya Allah akan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah & Madrasah Diniyah, yang salah satunya berbentuk Taman Hafalan Quran.
Yang mana program sekolah tersebut akan dijalankan dengan professional sekaligus berdakwah sunnah dengan biaya yang rendah.
Saat ini telah dimulai pembangunan Gedung Taman Hafalan Quran, bangunan berlantai 2, dengan luas tanah 300m2.
Biaya pembangunan yaitu Rp1.000.000.000,-
Adapun donasi saat ini (Per Oktober 2015) telah terkumpul Rp120.000.000,-

TAMAN HAFALAN QURAN
Dalam upaya mencetak generasi muda yang mencintai Al Qur’an & bertauhid, Islamic Center Baitul Muhsinin meluncurkan program Taman Hafalan Quran pada tanggal 14 Juni 2015. Gelombang pertama telah diikuti oleh 60 Santri Putra & Putri, Gelombang kedua akan dibuka kembali pada bulan Januari 2016.
Taman Hafalan Quran diasuh oleh :
– Ustadz Dzul Fayyat
– Ustadz Abu Fauzan
– Ustadz Abu Ahmad
– Ustadz Dzulfikar
– Ustadz Erlan Iskandar
– Ustadzah Hanifah
– Ustadzah Ummu Umar
– Ustadzah Ummu Faris

 

“Sesungguhnya termasuk amalan dan kebaikan orang mukmin yng masih mengalir pasca kematiannya adalah ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, atau anak shalih yang ditinggalkannya, atau mushhaf al-Qur`an yang diwariskannya, atau masjid yang dibangunnya, atau rumah singgah bagi para musafir yang dibangunnya, atau sungai yang dialirkannya, atau sedekah yang dkeluarkan dari hartanya saat sehatnya dan di masa hidupnya, (semua itu) masih mengalir kepadanya pasca kematiannya. ” (HR. Ibnu Majah; Shahih At-Targhib).

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al Baqarah: 261)”

=====================
Mari bantu sebarkan..
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia
akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)

Rahasia Keindahan Doa Istiftah (1)

Rahasia Keindahan Doa Istiftah (1)

sholatBismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, Ulama rahimahumullah telah menjelaskan bahwa seseorang yang memahami ucapan dalam shalat akan mendapatkan mutiara faidah tentang nama dan sifat Allah di dalam shalatnya. Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan,

وها هنا عجيبة من عجائب الاسماء والصفات تحصل لمن تفقه قلبه في معاني القرآن وخالط بشاشة الإيمان بها قلبه بحيث يرى لكل اسم وصفة موضعا من صلاته ومحلا منها

“Di sinilah suatu keajaiban di antara keajaiban-keajaiban nama dan sifat Allah didapatkan, bagi orang yang hatinya memahami makna-makna Al-Qur’an dan cemerlangnya iman menyentuh hatinya, sehingga ia menemukan bahwa bagi setiap nama dan sifat Allah terdapat tempat penghayatan tersendiri di dalam shalatnya” (Hukmush Shalah wa hukmu Tarikiha, hal. 171).

Memang benar apa yang dikatakan Ibnul Qoyyim rahimahullah, mari kita ambil contoh beberapa bacaan Istiftah untuk kita renungi bersama makna yang terkandung di dalamnya,

Pertama

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ

Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan Engkau dengan memuji-Mu, Nama-Mu penuh berkah, Maha tinggi keagungan-Mu. Dan Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Mu” (HR.Abu Daud  dan Al-Hakim dan beliau mensahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Kedudukan Ubudiyyah lafadz Istiftah ini

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

عبودية الاستفتاح

فإذا قال سبحانك اللهم و بحمدك و أثنى على الله تعالى بما هو أهله ، فقد خرج بذلك عن الغفلة و أهلها ، فإن الغفلة حجاب بينه و بين الله. و أتى بالتحية و الثناء الذي يُخاطب به الملك عند الدخول عليه تعظيما له و تمهيدا ، و كان ذلك تمجيدا و مقدمة بين يدي حاجته. فكان في الثناء من آداب العبودية ، و تعظيم المعبود ما يستجلب به إقباله عليه ، و رضاه عنه ، و إسعافه بفضله حوائجه

Ibadah yang terdapat dalam Istiftah

“Jika seseorang yang mengerjakan shalat mengucapkan, Subhanakallahumma wa bihamdika (Maha suci Engkau, ya Allah. Kusucikan Engkau dengan memuji-Mu) dan ia memuji Allah Ta’ala dengan pujian yang layak bagi-Nya, maka dengan itu, ia akan keluar dari kelalaian dan pelakunya, karena kelalaian adalah penghalang antara dia dengan Allah. Dan ia mempersembahkan suatu penghormatan dan pujian yang ditujukan kepada Raja ketika masuk menemuinya sebagai bentuk pemuliaan dan pendahuluan, maka hal itu benar-benar menjadi bentuk pengagungan-Nya dan sekaligus sebagai pengantar dalam menyampaikan hajatnya. Dengan demikian, sesungguhnya di dalam pujian terdapat suatu adab peribadatan dan pengagungan terhadap Sesembahan yang hak (Allah), yang mengundang sambutan-Nya dan ridha-Nya terhadapnya serta pemenuhan hajatnya dengan karunia-Nya” (Asrarush Shalah, hal. 10).

Dalam Kitaabush Shalaah, Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan bentuk penghayatan yang selayaknya ada dalam hati seorang hamba ketika mengucapkan lafadz Istiftiftah,

فإنه إذا انتصب قائما بين يدي الرب تبارك وتعالى شاهد بقلبه قيوميته  وإذا قال الله اكبر شاهد كبرياءه  وإذا قال سبحانك اللهم وبحمدك تبارك اسمك وتعالى جدك ولا إله غيرك شاهد بقلبه ربا منزها عن كل عيب سالما من كل نقص محمودا بكل حمد فحمده يتضمن وصفه  بكل كمال.

“Jika seorang hamba berdiri tegak di hadapan Allah Ta’ala, ia menyaksikan dengan hatinya (menghayati) Kemahamandirian-Nya. Jika ia mengucapkan Allahu Akbar, maka ia menghayati Kesombongan (Kemahabesaran)-Nya. Jika ia mengucapkan subhanakallahumma wa bihamdika Tabaarakasmuka wa Ta’ala Jadduka, wa la ilaha ghairuka, maka ia pun menyasksikan dengan hatinya (menghayati) Tuhan yang disucikan dari seluruh aib, senantiasa selamat dari seluruh kekurangsempurnaan, terpuji dengan segala pujian. Pujian terhadap-Nya tersebut mengandung pensifatan bagi-Nya dengan setiap sifat-sifat sempurna” (Kitaabush Shalaah, Ibnul Qoyyim, hal. 171-172).

Kesimpulan:

Lafadz Istiftah ini merupakan bentuk mengagungkan Allah dan sekaligus sebagai pengantar dalam menyampaikan hajat seorang hamba yang sedang menunaikan shalat.

Dalam lafadz Istiftah ini terdapat bentuk mensucikan Allah, memuji-Nya  dan mensifati-Nya  dengan seluruh sifat-sifat yang sempurna bagi-Nya.

Adapun tentang penjelasan kandungan lafadz Istiftah ini, Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah menjelaskannya dengan indah kalimat per kalimat,

«سبحانك اللهم وبحمدك» وهذه جملة تتضمَّن التنزيه والإِثبات. تتضمَّن التنزيه في قوله: «سبحانك اللَّهُمَّ»، والإِثبات في قوله: «وبحمدِك» لأنَّ الحمدَ هو وَصْفُ المحمودِ بالكمالِ مع محبَّتِه وتعظيمِه، فتكون هاتان الجملتان جامعتين للتنزيه والإِثبات.

Subhanakallahumma wa bihamdika, kalimat ini mengandung pensucian dan penetapan; mengandung pensucian dalam ucapannya subhanakallahumma (Maha suci Engkau, ya Allah)”, dan mengandung penetapan dalam ucapannya wa bihamdika (dengan memuji-Mu), karena alhamdu (pujian)” itu adalah mensifati Dzat yang dipuji karena kesempurnaan yang dimiliki-Nya, diiringi dengan kecintaan terhadap-Nya dan pengagungan-Nya, sehingga kedua kalimat ini merupakan  kalimat yang menggabungkan antara pensucian dan penetapan.

Kesimpulannya:

Subhanakallahumma wa bihamdik kalimat ini mengandung pensucian dan penetapan:

  1. Mensucikan Allah dari segala aib dan kekurangan.
  2. Menetapkan seluruh kesempurnaan yang layak bagi Allah ‘azza wa jalla.

Selanjutnya, beliau menjelaskan makna subhanakallahumma (Maha suci Engkau, ya Allah)

ومعناه: تنزيهاً لك يا ربِّ عن كُلِّ نَقْصٍ، والنَّقصُ إما أن يكون في الصِّفاتِ، أو في مماثلة المخلوقات، فصفاتُه التي يتَّصف بها منزَّه فيها عن كُلِّ نقص

“Maknanya Ku sucikan Engkau dari setiap kekurangan, ya Rabbi. Sedangkan kekurangan itu, meliputi  kekurangan dalam sifat ataupun kekurangan dalam bentuk kesamaan dengan makhluk.”

Dari penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa Allah disucikan dari seluruh bentuk kekurangan.

  1. Allah disucikan dari kekurangan yang terkait dengan sifat. Dengan demikian seluruh sifat Allah sempurna, tidak ada kekurangan sedikitpun, ilmu Allah sempurna, hidup Allah sempurna, pendengaran Allah sempurna, tidak ada cacatnya sedikitpun dan demikian pula untuk sifat-sifat lainya. Termasuk dalam hal ini adalah Allah disucikan dari sifat-sifat aib murni, seperti bodoh, lupa, zalim dan yang lainnya.
  2. Allah juga disucikan dari kekurangan yang terkait dengan kesamaan dengan makhluk, dengan demikian ilmu Allah tidak sama dengan ilmu makhluk, hidup Allah tidak sama dengan hidup makhluk dan begitu pula untuk sifat-sifat Allah yang lain, semua sifat-sifat Allah sesuai dengan keagungan-Nya.

Demikianlah penjelasan lafadz subhanakallahumma (Maha suci Engkau, ya Allah), intinya Allah disucikan dari seluruh bentuk aib dan kekurangan, baik pensucian itu terkait dengan zat, nama, sifat maupun perbuatan-Nya, semuanya suci dari aib dan kekurangan.

Selanjutnya, Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan makna kalimat sesudahnya,

أما «الحمد» فهو: وصفُ المحمود بالكمال، الكمال الذَّاتي والفعلي، فالله سبحانه وتعالى كاملٌ في ذاته، ومِن لازمِ كمالِه في ذاتِه أن يكون كاملاً في صفاته. كذلك في فِعْلِه، فَفِعْلُه دائرٌ بين العدل والإِحسان؛ لا يمكن أن يظلم، بل إما أن يعامل عبادَه بالعدلِ، وإما أن يعاملَهم بالإِحسان

“Adapun alhamdu yaitu mensifati Dzat yang dipuji karena kesempurnaan yang dimiliki-Nya, baik kesempurnaan dzat maupun sifat-Nya. Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Sempurna pada dzat-Nya. Di antara konsekuensi kesempurnaan Allah pada dzat-Nya adalah Allah Maha Sempurna (pula) pada sifat-Nya. Demikian pula pada perbuatan-Nya. Oleh sebab itu, perbuatan-Nya berkisar antar keadilan dan kebaikan. Mustahil Allah berbuat zalim, bahkan yang ada adalah Dia memperlakukan hamba-hamba-Nya dengan adil atau memperlakukan mereka dengan ihsan (kebaikan dari-Nya).”

Kesimpulannya:

  1. Allah Ta’ala dipuji karena kesempurnaan-Nya.
  2. Kesempurnaan Allah mencakup kesempurnaan dzat, sifat maupun perbuatan-Nya.
  3. Seluruh perbuatan Allah atas hamba-Nya ada dua kemungkinan, sebagai bentuk keadilan-Nya atau sebagai bentuk kebaikan Allah bagi hamba-Nya.

Adapun ucapan “Wa Tabarakasmuka (Nama-Mu penuh berkah)” dijelaskan oleh beliau rahimahullah

«اسم» هنا مفرد، لكنه مضاف فيشمل كُلَّ اسمٍ مِن أسماءِ الله

“Ism (nama)” disini adalah kata tunggal yang disandarkan, maka maknanya mencakup setiap nama Allah.”

Dengan demikian, Tabarakasmuka (Nama-Mu penuh berkah) mengandung makna bahwa seluruh nama itu penuh berkah. Di antara bentuk keberkahan nama Allah -sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah-  adalah ketika disebutkan nama Allah saat menyembelih, maka menjadi halal sembelihan tersebut, namun jika tidak disebutkan, maka sembelihan itu menjadi haram!

Jika disebutkan nama Allah pada saat makan, maka setan tidak ikut serta, namun jika tidak disebutkan, maka setan akan ikut serta, dan yang lainnya dari bentuk-bentuk keberkahan nama Allah.

Selanjutnya beliau mengatakan,

قوله: «وتعالى جدُّك» «تعالى» أي: ارتفعَ ارتفاعاً معنوياً، والجَدُّ: بمعنى العظمة، يعني: أنَّ عظمتَك عظمة عظيمة عالية؛ لا يساميها أي عظمة مِن عظمة البشر، بل مِن عظمة المخلوقين كلهم.

“Ucapannya Wa Ta’ala Jadduka, Ta’ala yaitu tinggi dengan ketinggian maknawi.Al-Jaddu bermakna keagungan, maksudnya keagungan-Mu sangat besar, keagungan yang tinggi, tidak ada satupun dari kebesaran manusia yang bisa menandinginya, bahkan jika dibandingkan dengan seluruh kebesaran makhluk sekalipun (tidak ada satupun yang bisa menandinginya).”

Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin ketika menjelaskan kalimat terakhir dalam lafadz Istiftah ini, yaitu Wa La ilaha ghairuka menjelaskan bahwa ini adalah kalimat Tauhid, inti dakwah para Rasul shallallahu ‘alaihim wa sallam. Lalu beliau berkata,

فمقتضى هذه الكلمةِ العظيمةِ الاستسلامُ لله تعالى ظاهراً وباطناً، فأنت إذا قلتها تخبر خبراً تنطِقُه بلسانك، وتعتقدُه بجَنَانك بأنَّ اللَّهَ هو المعبودُ حقًّا، وما سواه فهو باطل

“Konsekuensi kalimat yang agung ini adalah pasrah kepada Allah Ta’ala secara lahir maupun batin, maka jika engkau mengucapkan (kalimat ini), (maka hakekatnya) engkau mengucapkan dengan lisanmu dan meyakini dengan hatimu bahwa Allah lah satu-satunya sesembahan yang berhak disembah, adapun selain-Nya adalah sesembahan yang batil.”

Adapun rahasia disebutkannya kalimat Tauhid Wa La ilaha ghairuka setelah kalimat pujian subhanakallahumma wa bihamdika wa Tabaarakasmuka wa Ta’ala Jadduka adalah sebagaimana dijelaskan oleh beliau bahwa agar pengesaan Allah dalam peribadatan terbangun atas kesempurnaan-Nya, maksudnya karena kesempurnaan sifat Allah lah, maka tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.

-bersambung

***

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id