Tadhribud Du’aat – MUDAH BELAJAR TAUHID – bersama: *Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA* -hafizhahullahu ta’ala

Tadhribud Du’aat – MUDAH BELAJAR TAUHID – bersama: *Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA* -hafizhahullahu ta’ala

🌟Hadirilah Tadhribud Du’aat!!! 🌟
*#Rangkaian Dauroh Santri Sekolah Modin ICBM*
.
🌿 *”MUDAH BELAJAR TAUHID”*🌿
.
🎙Insyaallah bersama:
*Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA*
-hafizhahullahu ta’ala-
.
*WAKTU:*
📅 Hari Sabtu, 29 Dzulqo’dah 1439 H / 11 Agustus 2018
 Ashar – Isya
.
*TEMPAT:*
🏠 *Masjid Islamic Center Baitul Muhsinin (ICBM)*
Jl. Sidomulyo, Temulawak, Triharjo, Sleman
.
🔰 *Google Maps:* https://goo.gl/maps/U41dFoqBkfy
.
🔷 *_Terbuka UNTUK UMUM (Putra & Putri)_*🔷
.
🎥 *FB LIVE:* https://www.facebook.com/baitulmuhsinin/
.
 Mohon bantu sebarluaskan dan mari berlomba-lomba dalam kebaikan

*” Sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya “*

www.baitulmuhsinin.com

#kajian #jogja #ngaji #kajiansunnahsleman #dauroh #Tauhid

Rekaman Kajian Tauhid Selasa Pahing – 10 QOIDAH ISTIQOMAH – Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA

Rekaman Kajian Tauhid Selasa Pahing – 10 QOIDAH ISTIQOMAH – Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA

Rekaman Kajian Tauhid Selasa Pahing_

*”10 QOIDAH ISTIQOMAH”*

Bersama
*Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA.*

13 Syawwal 1439H/ 26 Juni 2018
Masjid al-Muttaqin Ganjuran, Caturharjo- Sleman

Silahkan Pause Streaming radio untuk menyimak video kajian 

Yuk Dukung Dakwah Sunnah di Sleman

Donasi Dakwah ICBM

Bank Syariah Mandiri
No. Rekening: 7088 8818 87
an. Yayasan Baitul Muhsinin Medari

Link Download Mp3 kajian 10 Qaidah Istiqomah

Kajian 10 Qaidah Istiqomah – Kajian Tauhid Selasa Pahing – bersama: *Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA* -hafidzhahullahu ta’ala-

Kajian 10 Qaidah Istiqomah – Kajian Tauhid Selasa Pahing – bersama: *Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA* -hafidzhahullahu ta’ala-

🌟Bismillah Hadirilah 🌟
Kajian Tauhid Selasa Pahing

🌿 *”10 Qoidah Istiqomah*🌿

👤bersama:
*Ustadz Afifi Abdul Wadud, BA*
-hafidzhahullahu ta’ala-

*WAKTU:*
📅 Hari Selasa, 26 Juni 2018/ 13 Syawal 1439H
 Ba’da Isya’ – 21.00 WIB

*TEMPAT:*
🏠 Masjid Al-Muttaqin Ganjuran,Caturharjo Sleman

🔰 *Google Maps:*
https://goo.gl/maps/yvYTVEKhF7J2

🔷 *_GRATIS UNTUK UMUM (IKHWAN & AKHWAT)_*

*INFO: 0896 6650 6667*

Organized by:
🔰Takmir Masjid Al-Muttaqin Ganjuran
-hafidzhahumullaahu ta’ala-

Penjelasan Kasyfus Syubuhat (7) : Dahulu Manusia Bersatu Di Atas Tauhid

Penjelasan Kasyfus Syubuhat (7) : Dahulu Manusia Bersatu Di Atas Tauhid

Pada awalnya, manusia itu satu umat, mereka bersatu di atas Tauhid, Allah Ta’ala berfirman,

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ

“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan” (QS. Al-Baqarah: 213).

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

كان بين نوح وآدم عشرة قرون كلهم على شريعة من الحق فاختلفوا فبعث الله النبيين مبشرين ومنذرين

“Antara Rasul Nuh dan Nabi Adam ada sepuluh abad. Mereka semua berada di atas syari’at kebenaran, kemudian mereka saling berselisih1. Setelah itu, Allah mengutus para nabi sebagai pemberi gambar dan kabar peringatan” 2.

Ikrimah rahimahullah berkata,

كان بين آدم ونوح عشرة قرون كلهم على الإسلام

“Antara Nabi Adam dan Rasul Nuh ada sepuluh abad. Mereka semua berada di atas Islam (Tauhid)” [Riwayat Ath-Thobari dan Al-Hakim, beliah menyatakan hadits ini shohih, sesuai dengan syarat Al-Bukhari].

Syirik pertama di muka bumi

Syirik pertama terjadi di muka bumi ini pada kaum Rasul Nuh ‘alaihis salam. Tahukah Anda apa penyebabnya? Penyebabnya karena mereka bersikap ghuluw terhadap orang-orang salih.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka berkata, ‘Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwwaa’, Yaghuuts, Ya’uuq dan Nasr” (QS. Nuh: 23).

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح، فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم: أن أنصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون أنصاباً وسموها بأسمائهم، ففعلوا، فلم تعبد، حتى إذا هلك أولئك ونسخ العلم عبدت

“Ini adalah nama orang-orang salih dari kaum Rasul Nuh, maka ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaum mereka untuk meletakkan patung-patung di majelis-majelis mereka yang dahulu mereka bermajelis (dzikir dan ibadah, pent.) padanya dan agar menamainya sesuai dengan nama-nama mereka, lalu mereka pun (kaum Rasul Nuh ) melakukan perintah setan tersebut. Awalnya patung-patung tersebut belum disembah, hingga ketika mereka (kaum Rasul Nuh yang meletakkan patung ) meninggal, ilmu3 dilupakan, lalu disembahlah  patung-patung tersebut (oleh generasi berikutnya, pent.)”.

***

(bersambung)

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

____

  1. Sebagian mereka menjadi kafir, sedangkan sebagian lainnya masih beriman, sehingga terjadi perselisihan diantara mereka 
  2. Riwayat Ath-Thobari dan Al-Hakim, beliah menyatakan hadits ini shohih, sesuai dengan syarat Al-Bukhari 
  3. Maksudnya adalah ilmu tentang Tauhid dan maksud awal pembuatan patung 

Sumber: https://muslim.or.id/27365-penjelasan-kasyfus-syubuhat-7-dahulu-manusia-bersatu-di-atas-tauhid.html

Penjelasan Kasyfus Syubuhat (6) : Tauhid Adalah Inti Ajaran Islam

Penjelasan Kasyfus Syubuhat (6) : Tauhid Adalah Inti Ajaran Islam

Dasar kedua Definisi Ibadah

Dari definisi tauhid dalam matan kitab Kasyfusy Syubuhat yang telah disebutkan, dapat kita ambil kesimpulan bahwa memahami istilah ibadah dengan benar adalah sebuah perkara yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itulah, dalam dua belas kaidah atau materi pokok yang terdapat dalam bagian pembukaan, penyusun sebutkan perkara dasar yang kedua adalah definisi ibadah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di dalam kitabnya Al-‘Ubudiyyah, halaman 4 menjelaskan definisi ibadah sebagai berikut.

اسم جامع لكل ما يحبه الله و يرضاه من الأقوال و الأعمال الباطنة و الظاهرة

“Sebuah nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai dan diridhai oleh Allah,baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang batin (hati) maupun yang lahir”.

Faedah

Dari definisi di atas dapat diambil faedah sebagai berikut

  1. Inti ibadah adalah adanya dalil yang menunjukkan bahwa suatu perkara itu adalah perkara yang dicintai oleh Allah. Sedang sesuatu perkara dapat dikategorikan sebagai perkara yang dicintai oleh Allah, jika terdapat dalam syari’at Islam, bisa dalam bentuk bahwa dalam syari’at, perkara itu diperintahkan, pelakunya dipuji, pelakunya diberi pahala atau perkara maupun pelakunya dicintai oleh Allah Ta’ala.
  2. Macam-macam ibadah adalah:
    1. Qaulul Qalbi (ucapan hati): contohnya adalah keyakinan dan pembenaran hati.
    2. Amalul Qalbi (amal hati)contohnya adalah niat, ikhlas, tawakkal, takut, cinta, harap, dan segala yang berupa gerakan hati yang membuahkan amalan badan dan ucapan lisan.
    3. Qoulul Lisan (ucapan lisan): contohnya adalah ucapan syahadat, membaca Al-Qur`an, berdzikir, dan yang lainya.
    4. Amalul Jawarih (amal anggota tubuh): contohnya adalah shalat, puasa, zakat, haji, dan yang lainya.

Dari empat macam ibadah di atas, dapat disimpulkan bahwa,

  • Ibadah ditinjau dari lahir atau batinnya terbagi menjadi dua, yaitu ibadah lahir (anggota tubuh lahir) dan ibadah batin (hati).
  • Ibadah ditinjau dari ucapan atau perbuatan, terbagi menjadi dua pula, yaitu ibadah qauliyyah (ucapan) dan ibadah ‘amaliyah (perbuatan).
  1. Keempat macam ibadah tersebut, jika dilaksanakan dengan benar dan dipersembahkan kepada Allah semata berarti Tauhid, sedangkan jika ibadah-ibadah tersebut dipersembahkan kepada selain Allah, maka berarti itu adalah syirik, karena definisi syirik dalam peribadatan (uluhiyah) adalah memalingkan peribadatan kepada selain Allah.
  2. Karena definisi syirik dalam peribadatan (uluhiyah) adalah memalingkan peribadatan kepada selain Allah, dan karena ibadah terbagi dua,  yaitui badah lahir dan batin, maka syirik juga ada yang lahir dan yang batin, sehingga seseorang bisa saja keluar dari agama Islam dengan syirik batin, karena ia telah memalingkan ibadah batin kepada selain Allah.
Tauhid adalah inti ajaran Islam, agama para rasul ‘alaihimush shalatu was salam

Petikan Matan

وهو دين الرسل الذي أرسلهم الله به إلى عباده

“Tauhid adalah agama para rasul yang dengannya Allah utus mereka kepada hamba-hamba-Nya”

Penjelasan

Setelah menjelaskan definisi tauhid uluhiyah, maka penulis rahimahullah menyampaikan bahwa tauhid inilah yang dengannya Allah utus mereka kepada hamba-hamba-Nya.

Syaikh Sholeh Alusy Syaikh hafizhahullah menjelaskan bahwa seluruh para rasul diutus membawa ajaran tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam peribadatan. Bukanlah yang menjadi pokok dari pengutusan para rasul adalah penjelasan amal-amal dibawah tingkatan tauhid, seperti halal dan haram, akan tetapi semata-mata pada asalnya mereka diutus untuk mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla, karena Tauhidullah ‘Azza wa Jalla adalah hikmah yang dikehendaki (oleh Allah) dari penciptaan jin dan manusia, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku (saja)” (QS.Adz-Dzaariyaat: 5).

Ibadah dalam ayat tersebut maksudnya adalah mentauhidkan Allah. Dalil yang menunjukkan bahwa Tauhid adalah agama para rasul ‘alaihimush shalatu was salam dan setiap rasul mendakwahkan Tauhid adalah:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (sesembahan selain Allah) itu” (QS. An-Nahl: 36).

Setiap rasul ‘alaihish shalatu was salam menyerukan kepada umatnya untuk mentauhidkan Allah Ta’ala. Dari mulai utusan Allah yang pertama, Nuh ‘alaihis salam –sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-A’raaf: 59 sampai utusan Allah yang terakhir, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-A’raaf: 158. Tauhid uluhiyah inilah yang menjadi inti permusuhan dan perselisihan antara para rasul ‘alaihimush shalatu was salam dengan kaum musyrikin.

Konsekuensi Tauhid dikatakan sebagai agama para rasul ‘alaihimush shalatu was salam

Penjelasan tentang konsekuensi Tauhid dikatakan sebagai agama para rasul ‘alaihimush shalatu was salam adalah suatu perkara yang sangat penting, dengan inilah kita dapat memahami betapa ilmiah dan cerdiknya sang penulis membawakan hal ini saat menjelaskan definisi tauhid dan kedudukannya.

Mengapa demikian? Karena konsekuensi Tauhid dikatakan sebagai agama para rasul ‘alaihimush shalatu was salam adalah sebagai berikut.

  1. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan beribadah kepada selain Allah, berarti telah menentang ajaran seluruh para rasul ‘alaihimush shalatu was salam.
  2. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan beribadah kepada selain Allah, berarti telah mendustakan seluruh rasul ‘alaihimush shalatu was salam. Mengapa? Karena mereka semuanya menyerukan tauhid dan menyatakan bahwa tauhid sebagai sebuah kebenaran, sedangkan syirik adalah sebuah kebatilan. Adapun seorang musyrik yang menyekutukan Allah, ucapan ataupun perbuatannya, seolah-olah mengatakan “Seluruh rasul berdusta dan syirik adalah kebenaran!” Ia tidak terima bahkan menentang jika syirik itu dilarang dan dikatakan sebuah kebatilan1.

***

(bersambung)

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

____

  1. Disimpulkan dari Syarh Kasyf Asy-Syubuhat, Syaikh  Sholeh Alusy Syaikh, hal. 44-45 

Sumber: https://muslim.or.id/27350-penjelasan-kasyfus-syubuhat-6-tauhid-adalah-inti-ajaran-islam.html

Penjelasan Kasyfus Syubuhat (5) : Definisi Dan Macam-Macam Tauhid

Penjelasan Kasyfus Syubuhat (5) : Definisi Dan Macam-Macam Tauhid

Bagian I: Pembukaan

Dengan memohon taufik dari Allah Ta’ala, penyusun memulai penjelasan mutiara faedah bagian pembukaan ini. Dua belas kaedah atau perkara yang mendasar dalam bagian pembukaan, yaitu:

1. Dasar Pertama: Definisi Tauhid

Tentang definisi Tauhid ini diambil dari ucapan penulis rahimahullah berikut ini,

Petikan Matan

أن التوحيد هو إفراد الله سبحانه بالعبادة

“Bahwa Tauhid adalah mengesakan Allah subhanahu dalam peribadatan”

Penjelasan:

Kata tauhid secara bahasa diambil dari وحّد – يوحّد – توحيدا yaitu, menjadikan sesuatu itu satu saja.

Kata tauhid terdapat dalam beberapa hadits yang agung, mislanya terdapat di dalam HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, HR. Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan HR. Muslim dari Umar bin Al-Khoththob radhiyallahu ‘anhu. Jadi, kata tauhid itu syar’i.

Adapun dalam istilah syari’at secara umum adalah

إفراد الله سبحانه بما يَخْتَصُ به من الربوبية، والألوهية و الأسماء و الصفات

Mengesakan Allah Subhanahu dalam perkara yang menjadi kekhususan-Nya, yaitu Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma` was Shifat”.

Macam-macam Tauhid

Dari definisi tauhid di atas dapat kita ketahui macam-macam tauhid itu ada tiga, yaitu:

1. Tauhid Rububiyyah

إفراد الله بأفعاله

“Mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya”

Tauhid rububiyah berarti meyakini hanya Allah yang mampu melakukan perbuatan-perbuatan yang menjadi kekhususan-Nya, seperti menciptakan makhluk, mengaturnya, memberi rezeki, memberi manfa’at, menimpakan musibah/mudhorot, menghidupkan, mematikan dan lainnya yang menjadi kekhususan Allah.

 

2. Tauhid Uluhiyyah

إفراد الله بالعبادة

“Mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya”

Tauhid uluhiyah berarti meyakini hanya Allah yang berhak diibadahi, tidak boleh mempersembahkan peribadatan kepada selain-Nya, dalam bentuk ibadah yang lahir maupun yang batin, ucapan maupun perbuatan.

3. Tauhidul Asma` was Shifat :

إفراد الله بأسمائه الحسنى وصفاته العلى الواردة في القرآن والسنة، والإيمان بمعانيها وأحكامها

“Tauhid Nama dan Sifat adalah mengesakan Allah dalam nama-nama-Nya yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang termulia, yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah,dan beriman terhadap makna-makna dan hukum-hukumnya”

Tauhid asma` wa sifat berarti meyakini hanya Allah yang memiliki nama yang husna dan sifat yang ‘ulya. Sedangkan selain Allah tidak berhak dikatakan memiliki nama dan sifat tersebut.

Mengapa dalam kitab ini kata “Tauhid” didefinisikan dengan salah satu dari ketiga macam Tauhid?

Tauhid uluhiyah

Penulis rahimahullah mendefinisikan tauhid uluhiyah dikarenakan salah satu dari kedua sebab berikut ini.

  1. Untuk menjelaskan bahwa tauhid jenis ini adalah jenis tauhid yang paling penting, sebagai dasar yang paling mendasar. Tauhid Uluhiyyah lah yang menjadi inti permusuhan dan perselisihan antara para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam dengan kaum musyrikin. Secara umum, kaum musyrikin mengakui dua jenis tauhid yang lainnya, namun menentang jenis tauhid uluhiyah.
  2. Tauhid uluhiyah mengandung tauhid rububiyah dan tauhid asma` wa sifat. Adapun tauhid uluhiyah dikatakan mengandung tauhid rububiyah, karena setiap orang yang menyembah Allah semata, tidak dikatakan menyembah Allah hingga ia mengakui tauhid rububiyah. Sedangkan tauhid uluhiyah dikatakan mengandung tauhid asma` wa sifat karena manusia tidaklah menyembah Zat yang berhak disembah kecuali Zat tersebut memiliki kekhususan nama dan sifat yang tak tertandingi.

***

(bersambung)

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Artikel Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/27346-penjelasan-kasyfus-syubuhat-5-definisi-dan-macam-macam-tauhid.html

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (8)

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (8)

  • Kesimpulan Bab: “Di antara bentuk kesyirikan adalah memakai sesuatu yang melingkar dan memakai benang (yang dilingkarkan) serta selain keduanya1, dengan tujuan untuk mengangkat musibah atau menolaknya2”.

    Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah dalam bab ini membawakan lima dalil, yaitu dua dalil dari Al-Qur’an dan tiga dalil dari Al-Hadits dengan perincian sebagai berikut:

    1. Surat Az-Zumar: 38

    Penjelasan pertama

    Ayat ini untuk membantah ketergantungan hati pelaku syirik besar kepada sesembahan selain Allah karena ketergantungan hati semacam ini ada dalam hati pemakai jimat. Kadar ketergantungan hati pemakai jimat kepada jimatnya -selama pemakainya meyakini jimat tersebut sebagai sebab saja- tidaklah sebesar ketergantungan hati pelaku syirik besar kepada sesembahan-sesembahan mereka. Jadi Ayat ini untuk menyatakan batilnya ketergantungan hati kepada selain Allah.

    Jika ketergantungan hati kepada sebagian para nabi, rasul dan orang-orang shalih saja adalah sebuah kebatilan, maka lebih-lebih lagi ketergantungan hati kepada jimat, sebuah benda mati tak bernyawa.

    Penjelasan kedua

    Ayat ini untuk menetapkan bahwa sesembahan yang mereka sembah selain Allah tidak kuasa menolak keburukan atau memberi kebaika, lebih-lebih lagi jimat yang merupakan benda mati. Jimat lebih tidak bisa memberi kebaikan atau menolak keburukan. Alasan pendalilan pada ayat ini adalah dengan menggunakan qiyas/analogi.

    Hadits Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim, dishohihkan beliau dan disetujui Adz-Dzahabi).

    Penjelasan hadits ini, sehingga berlaku sebagai dalil syiriknya pemakai jimat adalah dinyatakannya bahwa jimat tidak bermanfaat. Dengan demikian jimat bukanlah sebab tercapainya suatu harapan. Jimat justru membahayakan pemakainya di dunia, sedangkan di akhirat, diancam dengan azab.

    Berarti pemakainya tidak memenuhi hukum sebab pertama dan kedua, seperti yang telah disebutkan di artikel bagian pertama, karena menjadikan jimat sebagai sebab, padahal bukan sebab, sehingga tergantung hatinya kepada jimat, inilah syirik.

    Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad, Ath -Thahawi dan Al-Hakim,dishohihkan beliau dan disetujui Adz-Dzahabi)3.

    Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mengantungkan tamimah maupun wada’ah4 itu haram karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan atau mengabarkan keburukan bagi pemakai jimat sebagai peringatan keras terhadap perbuatan yang syirik tersebut.

    Hadits ini bukan hanya dalil bagi haramnya memakai jimat tamimah dan wada’ah saja, namun juga sebagai dalil bagi haramnya memakai seluruh jenis jimat. Hal ini karena adanya kesamaan sebab larangan, yaitu adanya ketergantungan hati pemakai jimat kepada selain Allah, bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal bukan sebab.

    Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad 4/156, shahih)

    Hadits ini menunjukkan bahwa pemakai jimat jenis benda apapun adalah pelaku syirik. Demikian karena adanya vonis hukum syirik yang terdapat dalam hadits ini. Hadits ini tidaklah dikhususkan satu jenis jimat saja, namun umum untuk jimat dengan seluruh jenisnya.

    Pada seluruh jimat terdapat kesamaan sebab larangan, yaitu adanya ketergantungan hati pemakai jimat kepada selain Allah, bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal bukan sebab. Hal ini melemahkan tawakkalnya kepada Allah Ta’ala dalam upaya meraih kebaikan ataupun menghindari keburukan.

    Surat Yusuf: 106 yang terdapat dalam atsar Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu.

    Ayat ini sesungguhnya adalah ayat yang terkait dengan syirik akbar yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, namun penulis bawakan dalam bab tentang terlarangnya syirik kecil berupa memakai jimat. Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini memang menjadi dalil untuk mengingkari pemakaian jimat. Demikian karena memakai jimat mengandung unsur syirik. Wallahu a’lam.

    ***

    Referensi:
    1. At-Tamhiid, Syaikh Sholeh Alusy-Syaikh
    2. Fathul Majid, Syaikh Abdur Rahman
    3. Al-Mulakhkhosh, Syaikh Sholeh Al-Fauzan
    4. Al-Qoulul Mufiid, Syaikh Sholeh Al-Utsaimin
    5. Hasyiah Kitabit Tauhiid, Syaikh Abdur Rahman Qosimi.
    6. Syarhu Kitabit Tauhid , Syaikh Ahmad Al-Hazimi.
    Catatan kaki

    1. Kasus kesyirikan yang dimaksud dalam judul di atas adalah memakai sesuatu yang melingkar, baik berupa kalung , cincin dan gelang, baik terbuat dari besi, kuningan, emas atau selainnya.

    2. Ini adalah kalimat inti kasus kesyirikan jimat, bahwa apapun bentuk benda yang dipakai untuk jimat dan bagaimanapun cara penggunaannya (baik dengan cara dipakai,dikalungkan, digantungkan, ditempel maupun dengan cara lainnya) serta di manapun diletakkan (di tubuh, rumah, kendaraan, atau selainnya), jika tujuannya untuk mengusir atau menangkal mara bahaya maupun untuk mendapatkan manfa’at, padahal jimat tersebut tidak terbukti sebagai sebuah sebab, baik secara Syar’i (tidak ada dalilnya) atau secara qadari (tidak terbukti secara ilmiah atau pengalaman yang jelas), maka semua itu adalah jimat.

    3. Syaikh Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa sanad dari hadits ini dho’if (lemah).

    4. Lihat makna tamimah dan wada’ah pada artikel sebelumnya.

    Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

    Artikel Muslim.or.id

    Sumber: https://muslim.or.id/26427-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-8.html

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (7)

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (7)

  • Dalil Kelima (Dalil Terakhir)

    Surat Yusuf : 106

    Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ia melihat seorang laki-laki. Di tangannya ada benang untuk mengobati dan menangkal sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah Ta’ala:

    وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ

    “Dan sebahagian besar dari mereka tidaklah beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan selain-Nya)” (QS. Yusuf: 106).

    Penjelasan:

    Makna ayat ini adalah sebahagian besar dari orang-orang musyrik tidak beriman kepada Allah dalam hal Rububiyyah-Nya melainkan dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sembahan-sembahan selain-Nya dalam hal Uluhiyyah.

    Dengan demikian, ciri khas orang-orang musyrik yang disebutkan dalam ayat ini adalah

    1. Mereka beriman kepada Allah dalam hal Rububiyyah.
    2. Sayangnya, mereka menyekutukan Allah dengan sembahan-sembahan selain-Nya dalam hal Uluhiyyah.

    Itulah yang dimaksud dalam ayat ini, bahwa tidaklah mereka beriman kecuali mereka berbuat syirik. Mereka beriman dalam satu hal, namun mereka berbuat syirik dalam hal yang lain, beriman tentang Rububiyyah Allah, namun syirik dalam Uluhiyyah-Nya dengan beribadah kepada selain-Nya.

    Faedah ilmiyyah

    Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memberi penjelasan dalam rangka membantah kesyirikan kaum musyrikin dengan menyebutkan keimanan mereka dalam Rububiyyah-Nya. Seharusnya mereka mengesakan Allah Ta’ala dalam Uluhiyyah-Nya, dalam seluruh peribadatan yang mereka lakukan, karena mereka telah beriman kepada Allah Ta’ala dalam hal Rububiyyah-Nya.

    Ini mengingatkan kita kepada sebuah kaedah besar dalam Tauhid, yaitu:

    توحيدالربوبية مستلزم لتوحيد الألوهية

    “Mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya”

    Siapa yang meyakini keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya, yaitu meyakini bahwa Allah itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam menciptakan makhluk, mengaturnya, memberi rezeki, memberi manfaat, menimpakan keburukan, menghidupkan, mematikannya, dan lainnya yang menjadi kekhususan Allah, maka keyakinan tersebut mengharuskannya mempertuhankan-Nya dalam beribadah, mengesakan, dan mentauhidkan-Nya dalam segala bentuk peribadatan. Karena hanya Dzat yang mampu menciptakan makhluk, mengatur, memberi rezeki, dan melakukan kekhususan lainya dari makna-makna Rububiyyah itu sajalah yang pantas dan wajib disembah. Selain-Nya tidak boleh dan tidak pantas disembah.

    Alasan pendalilan:

    Ayat ini sesungguhnya adalah ayat yang terkait dengan syirik akbar yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, namun penulis bawakan dalam bab tentang terlarangnya syirik kecil berupa memakai jimat. Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini memang bisa menjadi dalil untuk mengingkari perbuatan memakai jimat. Demikian karena perbuatan memakai jimat mengandung unsur kesyirikan.

    (Bersambung, in sya Allah).

    ***

    Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

    Artikel Muslim.or.id

    Sumber: https://muslim.or.id/26424-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-7.html

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (6)

  • Dalil Keempat

    Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad 4/156, shahih)

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

    “Barangsiapa yang menggantungkan tamimah maka ia telah melakukan kesyirikan”.

    Penjelasan

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa orang yang menggantungkan tamimah telah terjerumus dalam kesyirikan. Hal itu dikarenakan orang hati pelakunya bergantung kepada selain Allah. Dia bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal bukan.

    Ulama telah menjelaskan bahwa orang-orang yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, padahal Allah tidak menjadikannya sebab, berarti telah melakukan syirik kecil. Hatinya tergantung kepada hal yang bukan sebab. Ini merupakan acuan yang secara umum benar, walaupun pada sebagian contohnya, terdapat pembahasan tersendiri. Dalam hadits ini, sangatlah jelas menunjukkan bahwa pemakai jimat telah melakukan kesyirikan.

    Alasan pendalilan

    Hadits ini menunjukkan bahwa pemakai jimat adalah pelaku kesyirikan. Demikian karena adanya vonis hukum syirik yang terdapat dalam hadits ini. Hadits ini tidak dikhususkan satu jenis jimat saja, namun umum untuk jimat dengan seluruh jenisnya.

    Pada seluruh jimat, terdapat kesamaan sebab larangan, yaitu adanya ketergantungan hati pemakai jimat kepada selain Allah. Pemakai jimat bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal bukan. Hal ini melemahkan tawakkalnya kepada Allah Ta’ala dalam mendapatkan manfaat ataupun menghindari bahaya.

    Jenis kesyirikan memakai jimat

    Syirik kecil: jimat tersebut diyakini sebagai sebab saja. Pelaku hanya meyakini bahwa jimat adalah sebab terjadinya sesuatu. Di sisi lain, pelaku meyakini bahwa Allahlah yang menjadikan segala sesuatu dengan jimat tersebut. Hal ini mengakibatkan pelaku terjatuh dalam syirik kecil karena hatinya bergantung pada jimat tersebut sebagaimana ia bergantung pada sebab.

    Syirik besar:  imat tersebut diyakini bukan sebagai sebab. Jimat itu berpengaruh dengan sendirinya, terlepas dari kehendak Allah. Hukum ketergantungan hati semacam ini adalah syirik besar karena menyakini ada yang mampu memberi manfaat dan menolak bahaya di luar kehendak Allah. Syirik semacam ini termasuk dalam syirik rububiyah.

    Ditinjau dari ketergantungan hati pemakai jimat kepada jimat tersebut, dengan rasa harap pemakainya untuk mendapatkan manfaat, maka syiriknya jimat jenis ini termasuk syirik dalam ibadah (Uluhiyyah).

    Faedah yang bisa diambil dari hadits di atas

    1. Bahwa menggantungkan tamimah termasuk salah satu bentuk kesyirikan.
    2. Bahwa menggantungkan tamimah dan jenis jimat yang lainnya itu divonis kesyirikan, karena adanya ketergantungan hati kepada selain Allah dalam mendapatkan manfaat maupun menghindari/menghilangkan penyakit/mara bahaya. Padahal jimat itu benda tak bernilai, tidak bisa memberi manfaat dan tidak bisa menolak bahaya serta bukan pula sebagai sebab yang bermanfa’at. Bahkan, jimat justru menjadi sebab yang membahayakan pemakainya, di dunia maupun di akhirat.

    Akibat buruk di Dunia adalah

    • Kesengsaraan hati, yaitu ketika hati pemakainya bergantung kepada jimat dan berpaling dari bergantung kepada Allah, Sang Pemberi manfaat dan Sang Penolak bahaya.
    • Dengan memakai jimat, pemakainya tidak akan mendapatkan manfaat yang dikehendakinya Hal ini karena jimat bnukanlah media yang dapat mengantarkan seseorang menuju apa yangh diinginkanya. Kalaupun terkadang ia merasa berhasil tercapai maksudnya, maka tentu bukanlah dikarenakan memakai jimat tersebut, tapi karena sebab yang lainnya, hanya saja waktu tercapainya tujuan pemakai bertepatan dengan aturan pemakaian jimat yang dipakai.

    Akibat buruk di Akhirat adalah

    • Ancaman siksa karena melakukan kesyirikan.
    • Ancaman tidak diampuni oleh Allah, jika pemakai jimat mati, sedangkan ia tidak bertaubat, menurut pendapat terkuat bahwa pelaku syirik kecil tidak diampuni dosanya. Jika mati tidak bertaubat kepada Allah Ta’ala, sehingga haruslah melalui proses timbangan antara amal kebaikan dengan keburukannya.

    (Bersambung)

    ***

    Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

    Artikel Muslim.or.id

    Sumber: https://muslim.or.id/26422-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-6.html

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (5)

Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (5)

  • Dalil Ketiga

    Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu (HR. Ahmad, Ath -Thahawi dan Al-Hakim, dishohihkan beliau dan disetujui Adz-Dzahabi).

    Diriwayatkan oleh Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir, dalam hadits yang marfu’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    ((مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ أَتَمَّ الله لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ الله لَه ))

    Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak menyelesaikan urusannya, dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, semoga Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya”.

    Penjelasan

    Tafsir pertama

    Tafsir pertama dari hadits ini adalah bahwa hadits ini bermakna do’a.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan orang yang memakai jimat jenis tamimah, dengan keyakinan bisa menolak penyakit/mara bahaya, agar Allah tidak memenuhi keinginannya dan tidak menjadikan selesai urusannya.

    Karena kata tamimah diambil dari tamamul amr, yaitu:  beresnya urusan, tapi dalam hadits ini disebutkan balasan bagi pemakainya, yaitu:  malah tidak beres urusannya, ini menunjukkan bahwa : balasan itu sesuai dengan perbuatannya (Al-Jazaa` min jinsil ‘amal), maksudnya : karena pemakai tamimah itu menginginkan tertolaknya penyakit/mara bahaya darinya, maka justru dihukum dengan tidak tercapai maksudnya.

    Disamping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mendo’akan orang yang menggantungkan wada’ah, agar Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya, Allah tidak membiarkannya berada di dalam ketenangan, bahkan ia akan selalu merasa resah.

    Do’a di sini, tujuannya untuk memperingatkan manusia agar menjauhi perbuatan tersebut.

    Adapun sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan dengan do’a ini adalah karena orang yang menggantungkan tamimah dan wada’ah, berarti hatinya bergantung kepada selain Allah, bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal hakekatnya bukanlah sebagai sebab.

    Dan ketergantungan jenis ini, hakekatnya merupakan perkara kesyirikan.

    Renungan

    Wahai para pemakai jimat, tidak takutkah Anda dido’akan dengan do’a keburukan itu oleh sosok Utusan Allah yang paling mulia dan paling dekat kedudukannya dengan-Nya, lagi sangat didengar do’anya oleh Allah?!

    Tafsir Kedua

    Tafsir kedua dari hadits ini adalah bahwa hadits ini bermakna kabar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang bergantung hatinya kepada selain Allah Ta’ala, baik dengan cara menggantungkan  tamimah maupun wada’ah, akan mendapatkan keadaan yang buruk, yaitu : tidak dikabulkan keinginannya dan hidupnya resah.

    Dengan demikian, terjemah hadits di atas, menurut tafsir yang kedua ini adalah:

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    ((مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ أَتَمَّ الله لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ الله لَه ))

    Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyelesaikan urusannya, dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya”.

    Renungan

    Wahai para pemakai jimat, tidak takutkah Anda, menjadi orang yang dikabarkan dengan kabar yang buruk itu?! Sedangkan orang yang mengkabarkan berita itu adalah manusia yang paling jujur di muka bumi ini??

    Alasan pendalilan:

    Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mengantungkan tamimah maupun wada’ah itu haram, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan atau mengkabarkan keburukan bagi pemakai jimat, sebagai peringatan keras terhadap perbuatan yang syirik tersebut.

    Dan hakekatnya, hadits ini bukan hanya dalil bagi haramnya memakai jimat tamimah dan wada’ah saja, namun juga sebagai dalil bagi haramnya memakai seluruh jenis jimat, karena adanya kesamaan sebab larangan, yaitu : adanya ketergantungan hati pemakai jimat kepada selain Allah, bergantung kepada sesuatu yang disangka sebab, padahal hakekatnya jimat itu bukanlah sebab.

    (Bersambung, in sya Allah)

    ***

    Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

    Artikel Muslim.or.id

    Sumber: https://muslim.or.id/26359-penjelasan-kitab-tauhid-tentang-jimat-gelang-5.html